Kamis 27 Jan 2022 14:26 WIB

Eijkman BRIN: Vaksin Merah Putih Segera Diuji Praklinik

Bibit vaksin Merah Putih Eijkman sudah dalam tahap hilirisasi industri di Bio Farma.

Rep: Ronggo Astungkoro / Red: Ratna Puspita
Vaksin yang dikembangkan oleh Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu diharapkan sudah dapat melakukan proses uji praklinik dan uji klinik beberapa bulan ke depan. (Foto: Ilustrasi)
Foto: Republika
Vaksin yang dikembangkan oleh Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu diharapkan sudah dapat melakukan proses uji praklinik dan uji klinik beberapa bulan ke depan. (Foto: Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin Merah Putih kini sudah dalam tahap hilirisasi industri. Vaksin yang dikembangkan oleh Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu diharapkan sudah dapat melakukan proses uji praklinik dan uji klinik beberapa bulan ke depan. 

"Seed vaksin Merah Putih yang kami kembangkan berhasil mengekspresikan protein RBD di sel ragi, baik pada skala flask (labu) maupun pada skala bioreaktor di fasilitas milik mitra industri, Bio Farma. Selain itu seed vaksin Merah Putih Eijkman juga mampu menghasilkan protein RDB-Delta dengan yield yang tinggi dan mudah untuk dipurifikasi,” kata Periset PRBM Eijkman BRIN, Tedjo Sasmono, dalam siaran pers, Kamis (27/1/2022). 

Baca Juga

Tedjo menjelaskan, vaksin Merah Putih yang dikembangkan oleh PRBM Eijkman BRIN menggunakan platform protein rekombinan yang diproduksi pada sel ragi alias yeast maupun sel mamalia. Pengembangan vaksin Merah Putih PRBM Eijkman BRIN, baik yang diekspresikan di sel yeast maupun sel mamalia, berhasil mendapatkan seed vaksin yang sudah memenuhi standar industri. 

Kini, ia mengatakan, seed vaksin Merah Putih Eijkman sudah dalam tahap hilirisasi industri di Bio Farma. Diharapkan dalam beberapa bulan ke depan vaksin Merah Putih sudah bisa diproses untuk dilakukan uji praklinik dan uji klinik. 

Periset dari Laboratorium Protein Terapeutik dan Vaksin Pusat Riset Bioteknologi, Andri Wardiana, menyampaikan, proses pengembangan sebuah vaksin bisa memakan waktu hingga belasan tahun lamanya. Menurut dia, ada sejumlah hal yang dapat memperlambat setiap tahap perkembangan vaksin. 

"Termasuk adanya asesmen terhadap risiko ekonomi. Namun untuk vaksin SARS-Cov-2 ini pengembangannya dimungkinkan lebih cepat dikarenakan menggunakan data virus yang sudah ada sebelumnya seperti SARS-Cov dan MERS-Cov,” jelas Andri. 

Tidak hanya membutuhkan waktu yang cukup lama, Andri juga menyampaikan, transisi riset dari laboratorium ke produksi skala besar serta harus terpenuhinya regulasi dalam setiap tahapan menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan vaksin. 

Pandemi Covid-19 masih melanda Indonesia hingga saat ini. Setelah varian delta, kini varian omicron membuat angka kasus positif Covid-19 di Indonesia kembali meningkat. Merespons hal tersebut, pemerintah terus menggencarkan kegiatan vaksinasi di seluruh wilayah Indonesia, termasuk vaksinasi dosis ketiga atau booster. 

Pl Kepala PRBM Eijkman BRIN, Wien Kusharyoto, dalam acara Talk to Scientist pada Rabu (26/1/2022) mengatakan, vaksinasi booster mampu mengurangi risiko infeksi yang diakibatkan oleh varian omicron. Dia menerangkan, peningkatan jumlah kasus terinfeksi Covid-19 yang disebabkan varian omicron sudah mencapai lebih dari 80 persen. 

Baca juga : YKMI Ajukan Protes Kehalalan Vaksin Booster

"Varian omicron juga menunjukkan sekitar lima kali lebih tinggi risiko terinfeksi kembali jika dibandingkan dengan varian delta. Oleh karena itu muncul wacana pemberian vaksin booster yang juga telah dilaksanakan. Pemberian vaksin booster di negara-negara maju terbukti efektif mengurangi angka rawat inap di rumah sakit sebesar 89 persen,” ujar Wien. 

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 272 juta jiwa tentu tidak bisa selamanya bergantung kepada vaksin covid-19 produksi luar negeri. Pelaksanaan kegiatan vaksinasi booster pun membuat kebutuhan vaksin covid-19 di Indonesia semakin besar. Hal ini tentu menjadi keniscayaan bagi Indonesia untuk dapat memproduksi vaksin covid-19 secara mandiri. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement