Kamis 27 Jan 2022 23:06 WIB

Hak Keagamaan Kaum Difabel Sama? Ini kata Majelis Tarjih Muhammadiyah 

Majelis Tarjih Muhammadiyah menyusun fikih difabel

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Kelompok ifabel. Ilustrasi. Majelis Tarjih Muhammadiyah menyusun fikih difabel
Foto: Reuters
Kelompok ifabel. Ilustrasi. Majelis Tarjih Muhammadiyah menyusun fikih difabel

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menjalankan ibadah secara prinsip adalah wajib bagi setiap umat Islam, termasuk kepada kalangan umat difabel. Lantas bagaimana pedoman ibadah berspektif difabel?

Salah satu anggota penyusun fikih difabel dalam Munas ke-31 Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Prof Alimatul Qibtiyah, menjabarkan bahwa kaum difabel memiliki hak keagamaan seperti beribadah, menikah (dan memiliki anak), hingga mendapatkan waris.

Baca Juga

“Misalnya kalau kita lihat dalam fasilitas ibadah. Seperti apa pedoman ibadah yang berperspektif difabel?” kata Prof Alim dalam program Republika Mengaji, baru-baru ini.

Menurut dia, fasilitas beribadah meliputi penggunaan kursi roda, penyedia pemandu bahasa isyarat, dan juga pemanfaatan anjing pemandu bagi tunanetra. Di sisi lain pedoman ibadah bagi umat difabel juga membahas tata cara beribadah.

Yakni meliputi penyediaan pemandu bahasa isyarat bagi difabel rungu, difabel netra bagi orang yang memakai anjing sebagai pemandu, anjuran tayamum bagi difabel yang tidak mampu berwudhu secara normal, berwudhu atau tayamum dengan bantuan orang lain.

Tak hanya itu, kata Prof Alim, pedoman ibadah dalam perspektif difabel juga mengatur kewajiban zakat bagi difabel gangguan mental. Dia menekankan bahwa setiap umat Muslim memiliki kewajiban untuk menjalankan ibadah, untuk itu pemenuhan hak beribadah juga berhak diterima oleh umat difabel.  

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement