Selasa 01 Feb 2022 03:03 WIB

Jadi Tersangka, Edy 'Jin Buang Anak' Mulyadi Huni Rutan Bareskrim 

Kasus berawal dari komentar terbuka penolakan pemindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan.
Foto: Dok Humas Polri
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Ahmad Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pegiat politik di media sosial (medsos) Edy Mulyadi ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian 'Jin Buang Anak'. Tak hanya itu, dia pun harus mendekam di sel tahanan Mabes Polri untuk proses hukum selanjutnya.

Bareskrim Polri menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka, Senin (31/1). Setelah diperiksa sejak pukul 10.00 WIB, tim penyidikan Direktorat Tindak Pidana (Dirtipid) Siber Polri, menetapkan pegiat politik di media sosial (medsos) itu sebagai tersangka ujaran kebencian.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan mengatakan, tim penyidik Siber Polri juga resmi melakukan penahanan terhadap calon anggota legislatif gagal dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 2019 itu. “Setelah dilakukan gelar perkara, hasil dari penyidikan menetapkan EM sebagai tersangka,” ujar Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1). 

Ramadhan menerangkan, sangkaan yang menjerat Edy Mulyadi sebagai tersangka adalah Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) 11/2008, juncto Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2, juncto Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, juncto Pasal 156 KUH Pidana. “Ancamannya 10 tahun penjara,” begitu kata Ramadhan.

Kasus yang menyeret Edy Mulyadi ini, berawal dari komentar terbuka tentang penolakan pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta, ke Kalimantan Timur (Kaltim). Edy Mulyadi, dalam video yang tersebar di medsos, dan Youtube mengucapkan kalimat-kalimat penolakan yang dinilai menghina masyarakat di Kalimantan. 

Edy Mulyadi menyebut wilayah ibu kota baru tersebut, sebagai daerah yang tak layak dihuni oleh kalangan manusia, dengan menyebut daerah ibu kota baru, sebagai tempat ‘jin buang anak’. Edy Mulyadi juga menyebut wilayah ibu kota baru itu, sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib. “Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo, ngapain ngebangun di sana (Kalimantan),” kata Edy. 

Atas ucapannya itu, masyarakat adat di Kalimantan melayangkan protes, dan ultimatum terbuka. Bahkan melakukan pelaporan tindak pidana ke kepolisian di sejumlah daerah, pun di Jakarta. Pelaporan tersebut, karena menilai Edy Mulyadi melakukan penghinaan terhadap masyarakat di Kalimantan. 

Ada sebanyak tiga pelaporan pidana yang dilakukan, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap dari berbagai elemen yang menolak pernyataan Edy Mulyadi tentang wilayah ibu kota baru tersebut. Ramadhan mengatakan, sejak kasus tersebut naik ke penyidikan, sampai pada penetapan tersangka, tim Siber Polri sudah memeriksa sebanyak 55 orang. 

“37 diperiksa sebagai saksi. Dan 18 orang ahli turut dimintakan keterangan,” sambung Ramadhan.

Ramadhan melanjutkan, setelah menetapkan sebagai tersangka, tim penyidik juga melakukan penahanan terhadap Edy Mulyadi. “Setelah diperiksa sebagai saksi, dan ditetapkan sebagai tersangka. Penyidik untuk kebutuhan penyidikan melakukan penahanan tersangka saudara EM selama 20 hari di Rutan Bareskrim Polri,” ujar Ramadhan.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement