Kamis 03 Feb 2022 22:40 WIB

Yayasan Hakka: Warga Keturunan China di Aceh Nyaman dengan Syariat Islam

Kehidupan masyarakat Aceh dengan warga keturunan China selalu terbuka.

Pengurus vihara membersihkan patung-patung dewa dan dewi di Vihara Dharma Bhakti, Banda Aceh, Aceh, Kamis (27/1/2022). Kegiatan membersihkan perlengkapan ibadah dan patung-patung dewa dan dewi itu dilakukan untuk persiapan menyambut perayaan pergantian tahun baru China (imlek) 2573 pada Selasa,1 Februari 2022. Yayasan Hakka: Warga Keturunan China di Aceh Nyaman dengan Syariat Islam
Foto: ANTARA/Irwansyah Putra
Pengurus vihara membersihkan patung-patung dewa dan dewi di Vihara Dharma Bhakti, Banda Aceh, Aceh, Kamis (27/1/2022). Kegiatan membersihkan perlengkapan ibadah dan patung-patung dewa dan dewi itu dilakukan untuk persiapan menyambut perayaan pergantian tahun baru China (imlek) 2573 pada Selasa,1 Februari 2022. Yayasan Hakka: Warga Keturunan China di Aceh Nyaman dengan Syariat Islam

REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Ketua Yayasan Hakka Aceh Kho Khie Siong alias Aky menyatakan mayoritas warga keturunan China di Aceh merasa senang dan nyaman dengan penerapan syariat Islam. "Masyarakat (China) di Aceh lebih senang dengan hukum cambuk karena dianggap lebih simpel, tidak perlu menjalani hukuman penjara, apalagi yang berbisnis," kata Aky, Kamis (3/2/2022).

Hal itu disampaikan Aky dalam kesempatan podcast bersama Perum LKBN Antara Biro Aceh dalam rangka perayaan imlek tahun ini di Banda Aceh. Aky menyampaikan, kehidupan masyarakat Aceh dengan warga China selalu terbuka.

Baca Juga

Ia dari Yayasan Hakka juga terus memberi ruang komunikasi sehingga tidak ada batasan satu sama lain. "Kami juga bisa bermanfaat kepada saudara kita di Aceh, bisa berteman, berinteraksi dengan semua, tidak ada batasan satu sama lain," ujarnya.

Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di tengah penerapan syariat Islam, kata Aky, mereka tidak mendapatkan kendala khusus, malah sebaliknya merasakan toleransi yang cukup tinggi dari masyarakat Aceh. "Kita angkat jempol kepada masyarakat Aceh dalam kerukunan hidup umat beragama ini. Seumur hidup saya di Aceh belum pernah ada konflik beragama yang terjadi. Tapi kalaupun ada itu terkadang diprovokasi," katanya.

Aky menuturkan, Yayasan Hakka Aceh atau secara umum warga China terus melakukan gerakan untuk mengurangi atau mencegah upaya provokasi terhadap hal-hal yang bersifat negatif. Selain itu, dalam melaksanakan ibadah mereka juga merasakan kenyamanan dan tidak ada gangguan.

Mereka malah mendapatkan dukungan yang baik, termasuk perayaan budaya di tempat ibadah. "Bahkan perayaan kita juga banyak dikunjungi Muslim, mereka ingin tahu juga bagaimana melakukan syukuran seperti perayaan Imlek ini," ujarnya.

Tak hanya itu, Aky juga menyampaikan, selama pandemi Covid-19 ia banyak melaksanakan kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti membagikan bantuan alat pelindung diri (APD), bantuan beras, hingga paket sembako saat Ramadhan, warung makanan murah hingga membagikan sembako. Aky menambahkan, perayaan imlek tahun harimau air ini tidak dilaksanakan megah seperti sebelumnya dengan penampilan barongsai karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

"Kalau kita buat barongsai akan membuat kerumunan. Tapi dengan berkurangnya itu lebih punya waktu untuk bersilaturahim dengan keluarga," kata Aky.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement