REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak melonjak pada akhir perdagangan Kamis (3/2/2022) atau Jumat (5/2/2022) pagi WIB. Lonjakan tersebut mengirim harga acuan minyak mentah AS menembus 90 dolar AS per barel untuk pertama kali sejak 2014 karena kekhawatiran pasokan yang sedang berlangsung dan cuaca dingin mengalir di seluruh Amerika Serikat.
Patokan global minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April terangkat 1,64 dolar AS atau 1,8 persen, menjadi menetap di 91,11 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret melonjak 2,01 dolar AS atau 2,3 persen, menjadi berakhir di 90,27 dolar AS per barel untuk pertama kali ditutup di atas level 90 dolar AS sejak 6 Oktober 2014.
Para analis mengaitkan reli terakhir dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa cuaca dingin yang berkepanjangan dapat memukul produksi di Texas, memperburuk ketatnya pasar minyak mentah dunia.Lebih dari 200.000 orang telah kehilangan listrik di seluruh Amerika Serikat karena dingin sejauh ini, dan ingatan tentang Badai Ida tahun lalu yang mematikan listrik bagi jutaan orang Texas, tetap menjadi sorotan.
"Ini histeria atau semacam ketakutan," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.
"Dalam satu jam terakhir, pembicaraan mulai mendorong (minyak) lebih tinggi."
Pasar juga mengamati perkembangan antara Rusia dan Barat atas sikap agresif Rusia terhadap Ukraina. Amerika Serikat memperingatkan bahwa Rusia berencana menggunakan serangan bertahap sebagai pembenaran untuk menyerang negara tetangga. Presiden Rusia Vladimir Putin menyalahkan NATO dan Barat atas meningkatnya ketegangan, bahkan saat ia telah memindahkan ribuan tentara ke dekat perbatasan Ukraina.
"Ketegangan di sekitar konflik Ukraina memberikan dukungan, dan kami memiliki permintaan global yang meningkat dan kami tidak benar-benar meningkatkan pasokan untuk memenuhinya," kata Gary Cunningham, direktur riset pasar di Tradition Energy.
Harga acuan minyak mentah telah mengarah ke atas selama berminggu-minggu di tengah ekspektasi bahwa pasokan akan semakin ketat, bahkan setelah produsen OPEC+ tetap pada rencana peningkatan produksi moderat. Permintaan tetap meningkat, dengan varian virus corona Omicron hanya sementara mengurangi konsumsi di negara-negara ekonomi utama.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, minggu ini sepakat untuk mempertahankan kenaikan bulanan sebesar 400 ribu barel per hari (bph) dalam produksi mereka meskipun ada tekanan dari konsumen untuk meningkatkan pasokan lebih cepat.
Analis Goldman Sachs memperkirakan Brent akan melampaui 100 dolar AS per barel pada kuartal ketiga. Pialang telah memperkirakan bahwa OPEC+ dapat mempertimbangkan pelonggaran pemotongan produksi yang lebih cepat.
Beberapa anggota OPEC berjuang untuk memompa lebih banyak meskipun harga berada di level tertinggi tujuh tahun.Irak memompa 4,16 juta barel per hari minyak pada Januari, di bawah batasnya 4,28 juta barel per hari di bawah kesepakatan OPEC+, menurut data dari pemasar milik negara SOMO yang dilihat oleh Reuters.
Analis telah melihat produksi Amerika Serikat sebagai sebuah penawar, meskipun produksi turun menjadi 11,5 juta barel per hari dalam minggu terakhir, dan jauh dari rekor 2019 sebesar 12,3 juta barel per hari, menurut data federal.Namun, Kepala Eksekutif ConocoPhillips Ryan Lance mengatakan harga tinggi dapat menyebabkan produsen minyak AS menambah produksi terlalu cepat, yang menyebabkan kelebihan pasokan.