REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, ia sudah menerima naskah rancangan regulasi yang mengatur hubungan antara penerbit dan platform digital. Namun, ia masih belum memutuskan bentuk payung hukum yang akan diterbitkan terkait regulasi tersebut.
"Naskah rancangan regulasinya sudah ada di tangan kami, dan kami betul-betul mempertimbangkan. Cuma sekarang masih mencari 'baju' hukumnya. Apakah ini dikaitkan dengan UU penyiaran, UU ITE, UU Pers, atau satu RUU sendiri," kata Mahfud saat menjadi pembicara kunci rangkaian acara Konvensi Media Massa pada Hari Pers Nasional 2022 yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Dewan Pers Official, Selasa (8/2/2022).
"Tapi, kalau RUU sendiri, lalu RUU tentang apa? Ini kami sedang mencari bajunya. Jangan khawatir kami terus olah ini," kata dia.
Saat ini, dia menambahkan, pemerintah sedang melakukan kajian akademis atas usulan regulasi yang disampaikan Dewan Pers tentang jurnalisme berkualitas dan tanggung jawab perusahaan platform digital. Termasuk bentuk regulasi yang tepat, yaitu apakah dalam produk UU atau peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari UU, baik UU ITE maupun UU yang mengatur larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
"Saya sendiri telah memerintahkan jajaran saya, untuk mengawal proses penyusunan regulasi tersebut dengan mengkoordinasikan norma hukumnya dengan Kemkominfo," ujarnya.
Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Johnny G Plate mengatakan, bentuk payung hukumnya akan disesuaikan dengan ruang regulasi yang ada. “Apakah dalam format undang-undang (UU) atau dalam format lainnya seperti peraturan pemerintah (PP)," kata dia.
Menurut Johnny, regulasi yang dapat membuat ekosistem media di Indonesia berjalan berdampingan ini juga akan memperhatikan draf usulan dari 'Publisher Right' yang disampaikan oleh Dewan Pers. Regulasi ini memang bermula dari usulan draf 'Publisher Rights' oleh Dewan Pers.
Kemudian, pada Hari Pers Nasional (HPN) 2021 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan arahan jajarannya agar mengkaji regulasi untuk menjaga hubungan antara media massa, penerbit, dan platform digital. Lalu, Jokowi memerintahkan seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk merumuskan serta menyusun regulasi yang mengatur hubungan antara penerbit dan platform digital.
Baca juga: Dilaporkan Soal Penodaan Agama, Jenderal Dudung: Kalau Datang Foto Satu-Satu Mukanya
Menurut Johnny, menkopolhukam sudah berencana menyelenggarakan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti draf tersebut. "Untuk menindaklanjuti legislasi primer yang seperti apa yang perlu disiapkan untuk memastikan konvergensi, sustainability, playing field yang berimbang dan adil di ruang digital," jelas dia.
Selain ‘Publisher Rights’, Johnny mengungkapkan, pemerintah juga akan mengacu pada aturan-aturan yang satu nafas dengan peraturan yang hendak dibentuk tersebut. Dia menuturkan, pemerintah akan turut mengacu pada peraturan yang berasal dari negara-negara lain.
Johnny memberikan sejumlah contoh aturan yang sudah dimiliki oleh negara lain. Pertama, Australia memiliki The News Media and Digital Platforms Mandatory Bargaining Code.
Kedua, Perancis memiliki Law on the Creation of Neighboring Rights for the Benefit of Press Agencies and Publishers. "Uni Eropa dengan Digital Services Act (DSA) dan the Digital Markets Act (DMA) yang terlebih dahulu telah mempunyai regulasi-regulasi sejenis," kata Johnny.
Baca juga: Kelompok Berisiko Tinggi Kanker Disarankan Skrining Sejak Dini
Tantangan pers
Mahfud mengatakan, selama hampir dua dekade, dunia pers dihadapkan pada dinamika baru perkembangan teknologi informasi yang terjadi. Mahfud menyebut, platform digital, situs web, dan aplikasi berhasil menyerbu wilayah tradisional berbagai sektor ekonomi lama, termasuk sektor media massa.
"Produk teknologi informasi ini telah menjadi pilihan utama. Bahkan yang dinanti-nanti publik dari perbankan, pembelian properti, hiburan, hingga pemberitaan," kata Mahfud.
Mahfud menuturkan, perkembangan ini pun telah menimbulkan hubungan tidak berimbang antara penerbit berita dan platform digital. Ia menjelaskan, pihak penerbit berita menyediakan informasi berkualitas dengan kepedulian pada kualitas jurnalisme dan demokratisasi arus informasi, sedangkan platform digital berorientasi untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya.
Menurut Johnny, jurnalisme berkualitas akan tetap menjadi barometer pers yang sehat. "Pada akhirnya jurnalisme berkualitas tetaplah menjadi barometer pers yang sehat. Kiranya seluruh pihak yang terkait dengan pers mengupayakan agar konten pers kembali ke khitahnya. Konten yang informatif, yang mendidik, yang mencerahkan, yang memberdayakan, dan yang membangkitkan rasa nasionalisme kita," terang dia.
Baca juga: Retizen Gelar Lomba Menulis: Covid Naik Lagi, Bagaimana Nasib PTM?
Dengan kombinasi antara iklim pers yang sehat, upaya nyata industri pers untuk terus berbenah diri, dan didukung pula dengan regulsi serta kebijakan-kebijakan pemerintah, dia berharap, pers dapat terus menjaga kualitas sekaligus independensinya yang bertanggung jawab.
Pada kesempatan tersebut, Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) Indonesia mendeklarasikan tekadnya untuk menciptakan jurnalisme yang berkualitas atau good journalism. Deklarasi tersebut dibacakan oleh Ketua II Forum Pemred Indonesia, Purwanto.
Poin pertama dari deklarasi tersebut, yakni para pemred bertekad untuk mewujudkan good journalism dengan memegang teguh kode etik jurnalistik dan meninggalkan perilaku tercela yang kian marak saat ini, seperti melakukan pelanggaran copy right, click bait, dan judul bombastis yang mengelabui publik
"Dua, mewujudkan good journalism dengan menjunjung tinggi kemerdekaan dan kebebasan pers. Tiga, mewujudkan good journalism dengan menciptakan ekosistem media yang lebih sehat dan baik yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan," ujar Purwanto.