REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman, menyerukan semua pihak, baik itu pemerintah maupun masyarakat, agar tak meremehkan varian omicron dari SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Ia mengingatkan, infeksi omicron masih berpotensi tinggi menimbulkan kematian.
Di samping itu, Dicky mendorong pemerintah agar berbenah dalam menjalankan strategi komunikasi risiko karena akan menentukan naik-turunnya respons publik dalam menghadapi pandemi Covid-19. Saat ini, narasi-narasi soal varian omicron tak seganas delta bermunculan di masyarakat.
Di mata Dicky, bukan soal ganas atau tidaknya dampak yang ditimbulkan, tetapi narasi seperti itu akan berpengaruh pada pelemahan respons masyarakat. Ia khawatir jika pernyataan semacam itu dibiarkan, maka yang terjadi adalah pengabaian terhadap protokol kesehatan (prokes). Padahal, disiplin menerapkan prokes menjadi kunci utama melawan pandemi Covid-19.
"Dan kita sekali lagi harus meluruskan hoaks bahwa ini mild, melemah, dan lain-lain. Itu tidak berdasar karena itu akan membawa ke arah pelemahan respons, pengabaian, dan meremehkan," kata Dicky dalam pesan suara yang diterima di Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Untuk meresponsnya penyebaran omicron, menurut Dicky, harus ada mitigasi optimal bagi perlindungan pada kelompok berpotensi kesakitan dan kematian. Dicky mengatakan, kelompok rawan harus diproteksi dengan pemberian dosis booster (penguat) vaksin Covid-19 dibarengi dengan peningkatan 3T, yakni pemeriksaan, pelacakan dan perawatan (testing, tracing, dan treatment).