Rabu 09 Feb 2022 17:08 WIB

Ini Kronologi Penangkapan Warga Wadas Saat Pengukuran Tanah Versi Penolak

Polisi mengajak warga sholat dzuhur, ternyata setelah keluar masjid, warga ditangkap.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus raharjo
Aparat Kepolisian berjaga di akses masuk menuju Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Diketahui, pada Selasa (8//2/2022) kemaren 63 orang khususnya 56 warga Wadas ditangkap kepolisian. Para warga yang ditangkap adalah mereka yang bersikeras menolak lahannya dibebaskan untuk penambangan batu adesit. Luas tanah yang akan dibebaskan mencapai 124 hektar.Batu andesit yang ditambang dari Desa Wadas ini sedianya akan digunakan sebagai material untuk pembangunan Waduk Bener yang lokasinya masih berada di Kabupaten Purworejo.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Aparat Kepolisian berjaga di akses masuk menuju Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Rabu (9/2/2022). Diketahui, pada Selasa (8//2/2022) kemaren 63 orang khususnya 56 warga Wadas ditangkap kepolisian. Para warga yang ditangkap adalah mereka yang bersikeras menolak lahannya dibebaskan untuk penambangan batu adesit. Luas tanah yang akan dibebaskan mencapai 124 hektar.Batu andesit yang ditambang dari Desa Wadas ini sedianya akan digunakan sebagai material untuk pembangunan Waduk Bener yang lokasinya masih berada di Kabupaten Purworejo.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOREJO -- Polisi menangkap setidaknya 64 orang saat pengukuran tanah di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kapolda Jateng, Irjen Pol Ahmad Luthfi, membantah adanya kekerasan yang menimpa ibu-ibu di Desa Wadas.

"Tidak ada, tidak ada," kata Luthfi saat mendampingi Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, saat menemui warga Desa Wadas yang sudah setuju dilakukan pengukuran tanah, Rabu (9/2/2022).

Baca Juga

Warga penolak pengukuran lahan menyayangkan Ganjar dan Kapolda hanya menemui warga yang sudah menyetujui pengukuran. Padahal, Ganjar mengeklaim membuka ruang dialog bagi warga, baik yang setuju maupun yang belum setuju pengukuran lahan.

Salah seorang warga Desa Wadas, Siswanto, menceritakan, kronologi peristiwa penangkapan puluhan warga Desa Wadas. Menurut Siswanto, semua bermula pada Ahad (6/2/2022) sore ketika warga melihat banyak polisi berkumpul di Polsek Bener dan belakang Polres Purworejo. Warga juga melihat polisi mendirikan tenda-tenda.

Saat itu, warga masih bingung aparat kepolisian ingin ke Wadas atau ada keperluan lain. Siswanto menuturkan, salah satu warga yang menghubungi Polres Purworejo mendapatkan jawaban jika para polisi hanya ingin kunjungan ke Purworejo. Tidak ada informasi soal mengukur tanah.

Senin (7/2/2022) pagi, beberapa warga melihat polisi berpatroli di desa-desa tetangga sekitar Desa Wadas. Sebab, pos-pos polisi tidak pernah ada di Desa Wadas. Siswanto menyebut, aparat menggelar rapat di luar Desa Wadas dan rumah-rumah makelar yang ada di dekat Desa Wadas.

Siswanto menegaskan, mereka tidak ada kepentingan di Desa Wadas. Hanya ada beberapa warganya yang mempunyai tanah di Wadas. Tidak banyak, tidak sampai 20-30 orang. Setelah itu, warga Desa Wadas tiba-tiba diminta berkumpul di Masjid Krajan.

Warga secara spontan kumpul di Masjid Krajan dan sekitar 10.00 WIB polisi masuk ke Wadas. Awalnya, yang masuk ke Wadas aparat Brimob membawa senjata dan motor. Mereka melepaskan poster-poster penolakan penggusuran di sekitar Desa Wadas. Setelah itu, polisi bersenjata lengkap membawa tameng, kemudian orang-orang BPN dan disusul orang-orang yang pro pengukuran lahan.

Di pos-pos sendiri, ibu-ibu memang biasa berkumpul untuk mengolah bambu apus menjadi kerajinan besek untuk dijual. "Alatnya golok untuk belah bambu, pisau untuk menyirat, gergaji untuk memotong bambu, itu diambil semua sama polisi. Polisi menganggap warga membawa senjata tajam," ujar Siswanto.

Padahal, dari pagi ibu-ibu sudah mengerjakan itu, tapi karena diminta kumpul ke Masjid Krajan alat-alat itu ditinggalkan. Sekitar 11.00 WIB, polisi mendatangi Masjid Krajan dengan jumlah ratusan karena seisi jalan sampai penuh.

Sampai pada waktu Zhuhur, polisi mengaku ingin shalat Zhuhur dan mengajak warga untuk mengambil air wudhu. Setelah ke luar, ternyata warga langsung dimasukkan ke mobil-mobil polisi. Siswanto menegaskan, tidak ada ricuh apalagi provokasi.

Sebab, ia menambahkan, warga Desa Wadas yang dibawa yang sedang duduk-duduk, mujahadah, tapi tiba-tiba ditarik dimasukkan ke mobil-mobil polisi. Siswanto menilai, jika ada warga yang berontak sangat lumrah karena tiba-tiba ditangkap.

"Jadi, kalau dibilang warga membawa senjata tajam, warga melakukan provokasi, ya tidak ada, orang sedang mujahadah, tidak ada," kata Siswanto kepada Republika.co.id.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement