Seperti halnya pernah terjadi di Indonesia, Inggris juga tak terlalu berani bila bertempur sendirian. Pasti mereka mengajak negara lain melakukan aliansi. Seperi kasus dalam peristiwa yang disebut sebagai Palagan Surabaya pada 10 November 1945. Ada peran negara lain bersama Inggris kala itu, misalnya pasukan dari Australia dan Belanda yang membonceng bersama dalam pertempuran legendaris tersebut.
Belum lagi pasukan Inggris saat itu yang terkenal berani adalah pasukan Gurkha yang merupakan tentara bayaran asal Asia Selatan, yakni sekitar Pakistan. Salah satu komandan Gurkha Saat itu adalah Zai Ul Haq yang kemudian pada awal 1980-an menjadi Presiden Pakistan. Ikatan dia sama Surabaya juga sangat erat karena ketika dia berkunjung ke Indonesia sempat minta izin khusus berkunjung ke Surabaya kepada Presiden Soeharto.
Sikap tak berani berperang sendirian itu --dulu juga terjadi pada waktu perang dunia II -- kini dalam ketegangan Rusia versus Ukraina, Inggris juga bersikap sama. Pasukan mereka hanya berani ketika beramai-ramai berperang dengan menggandeng negara kawan sekutunya yang tergabung dalam Nato, seperti Jerman, Prancis, Amerika, Polandia dan lainnya.
'Kejerian' Inggris ini dalam konflik Ukrainan tampak ketika belum apa-apa, yakni belum ada senjata meletus, Inggris menyatakan akan menarik semua pasukannya dari Ukraina di tengah kekhawatiran terjadi perang. Sikap ini terjadi karena setelah mengkalkulasi bahwa Rusia dapat menyerang tetangganya sewaktu-waktu. Keptusan ini dinyatakan menteri angkatan bersenjata Inggris, James Heappey, mengatakan pada hari Sabtu kemarin, (12/02/2022).
“Semuanya akan ditarik,” kata Heappey kepada acara Today di Radio BBC 4. “Tidak akan ada pasukan Inggris di Ukraina jika ada konflik di sana.” kata Heappey seperti dilansir rt.world.
"Mereka akan pergi selama akhir pekan," tambah Heappey. Dia mendesak warga negara Inggris untuk segera meninggalkan Ukraina, dengan alasan bahwa Rusia dapat menyerang "tanpa pemberitahuan." Pada hari Jumat, Inggris mendesak warganya untuk meninggalkan negara itu "sementara sarana komersial masih tersedia."
Heappey mengatakan instruktur Inggris memberikan pelatihan tentang penggunaan sistem rudal anti-tank yang dikirim London ke Kiev bulan lalu. Sejumlah instruktur baru bergabung dengan tentara Inggris yang telah melatih rekan Ukraina mereka sebagai bagian dari Operasi Orbital sejak 2015.
Rusia Juga Mulai Mengurangi Diplomatnya dari Ukraina
Ketegangan di Ukraina sendiri pada hari-hari ini kian meningkat. Pada hari Sabtu lalu, AS telah memerintahkan evakuasi semua staf non-darurat dari kedutaan besarnya di Kiev. Selain itu mereka menyarankan agar orang Amerika agar tidak bepergian ke Ukraina. Beberapa negara lain juga mengeluarkan pemberitahuan perjalanan merah.
Pada sisi lain, Rusia bersikap beda dengan mengatakan pihaknya "mengoptimalkan" staf di misi diplomatiknya di Ukraina, dengan alasan kemungkinan "provokasi" oleh Kiev atau pihak ketiga. Kalimat 'mengoptimalkan' staf diplomatik di sini dapat diartikan Rusia menarik sebagian staf diplomatiknya, tapi tidak menarik semua diplomatnya dari Rusia.
Apalagi Rusia pun tahu beberapa outlet berita Barat mengutip pejabat AS pada hari Jumat (11/02/20021) bahwa Moskow dapat menyerang Ukraina minggu depan. Dalam tuduhan ini Rusia telah membantah rencana untuk menyerang tetangganya.
Kejerian negara Eropa untuk membantu Ukraina melawan kemungkinan agresi Rusia, memang masuk akal. Rusia sebagai negara utama dari pecahan Uni Sovyet mempunyai tentara dan peralatan militer yang andal. Ini misalnya mempunyai peluru kendali dengan hulu ledak nuklir yang terbanyak di dunia. Stasiun pelontaran hulu ledak nuklir pun selama ini sudah dipasang Rusia diberbagai wilayah mereka yang berbaasan dengan Eropa. Bila sampai peluru kendali diluncurkan ke negara Eropa, negara-negara yang diserangkan akan segera luluh lantak dalam sekejap. Skenario persis dengan Hirosima dan Nagasaki di zaman akhir perang dunia II.
Bukan hanya itu saja, ketergantungan Eropa kepada Rusia sangat besar. Ini misalnya soal pasokan listrik. Negara Eropa yang berbatasan dengan Rusia seperti Jerman dan Prancis sangat tergantung pasokan listrik dari Rusia. Bila Rusia ngambek dengan memutus pasokan listrik maka negara-negara di Eropa itu akan sengsara.
Dari sisi mental perang, jelas pasukan Rusia tidak bisa disepelakan. Mereka punya sejarah gemilang, yakni bisa mememangkan perang dengan Prancis sewaktu zaman Napoleon hingga menaklukan Nazi Jerman pada perang dunia II.
Semua itu beda dengan negara-negara Eropa yang berperang melawan Jerman dengan keroyokan atas bantuan AS. Rusia bisa menghancurkan pasukan Nazi Jerman sendirian. Pasukan mereka bahkan mampu sampai merangsek hingga ke pusat negara Jerman, yakni ke Berlin dan kemudian membuat Jerman menjadi terbagi dua, yakni Jerman barat yang dikusai pasukan sekutu Eropa AS dan Jerman Timur yang dikuasai Uni Sovyet yang kini negara utamanya Rusia itu.
Jadi wajar saja bila Inggris dan negara Eropa mulai jeri berperang sendirian dengan Rusia. Mereka lagi-lagi mengajak Amerika untuk ikut serta. Dan Amerika kini pun sudah mengirimkan ribuan pasukan ke Polandia yang berada di dekat wilayah Ukraina dan perbatasan Rusia.