REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Visi untuk meneguhkan kembali Sunni di seluruh wilayah kekhalifahan saat itu adalah sebuah tantangan. Tantangan ini harus dihadapi Dinasti Seljuk.
Sebab, Dinasti Buwaihi sebelumnya berkuasa lebih dari 100 tahun. Selama itu pula, paham Syiah dan Mu'tazilah menyebar luas di seluruh Abbasiyah.
Untuk melaksanakan misi peneguhan Sunni, Alp Arselan didukung perdana menterinya yang setia, Nizham al-Mulk. Ash-Shalabi menjelaskan, tokoh yang visioner itu lahir di Desa Radkan, sekitaran Tus, Iran, pada 10 April 1018. Nama aslinya adalah Abu Ali Hasan bin Ali at-Tusi. Wazir Bani Seljuk selama dua periode itu lebih dikenal sesuai julukannya, Nizham al-Mulk, yang secara harfiah berarti `pemangku alam'.
Nizham merupakan putra seorang birokrat di Dinasti Ghaznawiyah. Dalam Perang Dandanaqan tahun 1040 M, Bani Seljuk berhasil merebut Khurasan dari Ghaznawiyah. Mengikuti ayahnya, Nizham kemu dian pergi ke Ghaznin--kini sebuah kota di Af ghanistan timur. Namun, dirinya hanya bertahan selama tiga tahun di sana. Ia lantas pindah ke Balkhi dan Marwa, kota-kota yang termasuk wilayah kekuasaan Seljuk.
Kariernya sebagai pegawai melesat dengan relatif cepat. Dari daerah, dirinya dimutasi ke pusat pemerintahan Seljuk di Isfahan. Arselan kemudian mengangkatnya sebagai perdana menteri kerajaan pada 1064, yakni sesudah kematian al-Kunduri--sosok wazir yang menjabat sejak zaman Tugril.