REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Tunisia Kais Saied memperkuat cengkeraman atas peradilan dengan sebuah dekrit yang memungkinkannya memberhentikan hakim atau memblokir promosi mereka. Tindakan itu membantu mengkonsolidasikan kekuasaannya setelah dia merebut otoritas eksekutif musim panas lalu dalam sebuah langkah yang disebut musuhnya sebagai kudeta.
Kais Saied membuat marah lawan-lawannya dan mengejutkan sekutu asing yang demokratis dengan pengumumannya minggu lalu bahwa dia membubarkan Dewan Kehakiman Tertinggi, sebuah badan yang menjamin independensi peradilan.
Saied, mantan pengacara konstitusi dan suami seorang hakim, menuduh dewan hakim itu bertindak untuk kepentingan politik dan telah membentuk pengganti sementara untuk mengawasi pekerjaan hakim ketika dia mempersiapkan perubahan yang lebih luas.
Peradilan dipandang sebagai blok institusional terakhir yang tersisa atas tindakan Saied setelah dia menangguhkan parlemen tahun lalu dan mengatakan dia bisa memerintah dengan dekrit.
Saied mengatakan tindakannya bersifat sementara dan diperlukan untuk menyelamatkan Tunisia dari elite korup dan mementingkan diri sendiri yang telah membiarkan ekonomi dan politiknya mandek selama bertahun-tahun dan membawa negara itu ke jurang kehancuran.