REPUBLIKA.CO.ID, PORT-AU-PRINCE -- Ribuan buruh garmen Haiti turun ke jalan-jalan Port-au-Prince menuntut kenaikan upah. Unjuk rasa ini digelar beberapa pekan setelah demonstrasi serupa mengenai gaji dan kondisi kerja perusahaan yang mengekspor baju ke ritel-ritel Amerika Serikat (AS).
Berkat upah rendah dan kedekatannya pada pasar AS, selama puluhan tahun Haiti mempromosikan diri sebagai pusat manufaktur pakaian. Tapi kini pemerintah kerap menghadapi tuntutan mengenai upah yang terlalu rendah untuk membeli kebutuhan pokok di negara Karibia itu.
Koordinator Serikat Buruh Nasional Haiti Dominique St Eloi mengatakan, buruh meminta kenaikan upah mereka dari 500 gourdes atau 5 dolar AS menjadi 1.500 gourdes atau 15 dolar AS per hari.
"Dengan 500 gourdes per hari, tanpa subsidi pemerintah, kami tidak bisa memenuhi kebutuhan kami sementara harga kebutuhan pokok, ongkos transportasi, naik," kata St Eloi, Kamis (17/2/2022).