Sabtu 19 Feb 2022 13:44 WIB

KontraS: BNN Langkat Cenderung Membiarkan Keberadaan Kerangkeng Manusia

Terbit mengaku sudah lebih dari 2.000 orang pernah masuk dalam kerangkeng miliknya.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.
Foto: ANTARA FOTO/Oman/Lmo/rwa.
Petugas kepolisian memeriksa ruang kerangkeng manusia yang berada di kediaman pribadi Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan sejumlah temuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) yang memprihatinkan dari kerangkeng manusia milik mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Salah satunya adalah ketika Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat yang cenderung membiarkannya, padahal mereka mengetahui hal tersebut.

"Padahal BNN Kabupaten Langkat itu sudah mengetahui praktik kerangkeng ini, dia sudah tahu bahwa ini tidak memiliki izin, tidak memiliki legalitas bahwa ini adalah satu tempat rehabilitasi. Tapi sayangnya BNN Langkat cenderung mendiamkan," ujar peneliti HAM KontraS, Rozy Brilian dalam diskusi daring, Sabtu (19/2/2022).

Baca Juga

Temuan Komnas HAM lainnya adalah kerangkeng manusia tersebut sudah ada sejak 2012. Bahkan masyarakat sekitar sudah mengetahui hal tersebut dan BNN Kabupaten Langkat mengetahuinya sejak sekira 2017.

"Ini temuan yang menarik dan sekaligus memprihatinkan bahwa keberadaan kerangkeng bupati ini sudah dilakukan sejak 2012. Artinya itu sudah hampir 10 tahun lalu dan ini herannya praktik perbudakan modern sedemikian rupa baru menjadi persoalan di hari ini," ujar Rozy.

Temuan ketiga, diketahui bahwa orang-orang yang dikurung dalam kerangkeng tersebut adalah pekerja di kebun sawit Terbit. Namun, mereka tak menerima upah yang pantas.

"Temuan lainnya ada dugaan satu kekerasan, terbukti dari misalnya beberapa korban yang mengalami luka lebam ditemukan di sekujur tubuh. Kemudian juga ada beberapa korban meninggal yang menjadi temuan LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)," ujar Rozy.

Berdasarkan pengakuan Terbit, diperkirakan sudah ada lebih dari 2.000 orang yang pernah ditahan dalam kerangkengnya. Setiap harinya, sekira 100 orang diterima atau masuk sejak 10 tahun lalu.

"Kerangkeng manusia atau yang diklaim sebagai tempat pembinaan bagi pencandu narkoba itu, tempat rehabilitasi yang tidak memiliki izin," ujar Rozy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement