Ahad 20 Feb 2022 07:56 WIB

Sarapan Belum Jadi Kebiasaan Anak Indonesia

Kebutuhan kalori saat sarapan yang tidak terpenuhi berdampak besar ke anak.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Indira Rezkisari
Seperti dewasa, anak juga membutuhkan kebiasaan makan baik dimulai dari rutin sarapan.
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Seperti dewasa, anak juga membutuhkan kebiasaan makan baik dimulai dari rutin sarapan.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sarapan merupakan kebiasaan mengonsumsi makanan pada pagi hari. Waktu sarapan biasanya dimulai sejak 06.00 sampai 10.00 dan diisi makanan-makanan yang ringan bagi pencernaan, misal berserat atau berprotein tinggi tapi rendah lemak.

Tidak cuma memberikan nutrisi, banyak penelitian menyebut kalau sarapan justru merupakan salah satu cara untuk mengendalikan berat badan. Bahkan, memberikan manfaat seperti melindungi tubuh untuk menjalani aktivitas selama satu hari.

Baca Juga

Ahli gizi dari UGM, Dr Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih mengatakan, sarapan masih belum jadi kebiasaan Indonesia, khususnya bagi anak-anak. Bahkan, hampir separuh belum jadikan sarapan sebagai kebiasaan dengan berbagai alasan.

Seperti buru-buru sekolah atau tidak sempat siapkan sarapan karena ibu buru-buru berangkat kerja. Survei Diet Total (SDT) Balitbangkes Kemenkes, 25.000 anak 6-12 di 34 provinsi, 47,7 persen belum penuhi kebutuhan energi minimal saat sarapan.

"Bahkan, 66,8 persen anak sarapan dengan kualitas gizi rendah atau belum penuhi kebutuhan gizi, terutama asupan vitamin dan mineral," kata Mirza, Ahad (20/2/2022).

Ia menjelaskan, anak-anak yang masih usia sekolah membutuhkan 1.550 kalori per hari mulai dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin serta mineral. Sementara itu, kebutuhan kalori ketika sarapan tidaklah besar masih sekitar 300 kalori.

Selain itu, sebagian besar anak-anak di Indonesia masih gagal memenuhi kebutuhan kalori ketika sarapan karena asupan gizinya yang tidak seimbang. Padahal, bila kebutuhan kalori saat sarapan tidak terpenuhi akan memberikan dampak besar.

Misal, berdampak kepada fungsi otak dalam memori pelajaran di sekolah. Artinya, anak-anak yang tidak memiliki kebiasaan sarapan akan kurang bisa berkonsentrasi saat mengikuti pelajaran karena otak memang tidak mendapatkan energi yang cukup.

Selain itu, memengaruhi pertumbuhan dan status gizi anak. Karenanya, Mirza menenkankan, edukasi sarapan menjadi penting. Penyediaan sarapan bagi anak-anak bisa dilakukan dengan memilih yang mudah disiapkan, tapi menganut gizi seimbang.

"Contoh menu sederhana seperti nasi atau roti ditambah telor, buah dan susu, ini sudah cukup memenuhi kebutuhan kalori," ujar Mirza.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement