REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya pemalakan terhadap para pihak swasta yang ingin mengerjakan berbagai proyek di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Pemalakan tersebut diduga dilakukan Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi (RE).
Pemalakan tersebut didalami KPK saat memeriksa sejumlah saksi mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga beberapa pihak swasta pada Senin (21/2/2022) lalu. Pemeriksaan dilakukan berkenaan dengan kasus suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan yang menjerat Rahmat Effendi.
"Para saksi didalami pengetahuannya terkait dengan aliran sejumlah uang yang diterima dan diduga atas permintaan oleh tersangka RE yang berasal dari para ASN pemkot Bekasi maupun para pihak swasta yang mengerjakan berbagai proyek di Pemkot Bekasi," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (22/2/2022).
Adapun, saksi yang diperiksa antara lain Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pemerintah Kota Bekasi, Karto; Lurah Bantargebang, Satim Susanto; Lurah Jatibening Baru, Mulyadi dan karyawan swasta, Peter.
Disaat yang bersamaan, tim penyidik KPK sedianya juga memeriksa Kepala Seksi Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara pada Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, Anton Larano. Dia dipanggil sebagai saksi guna memberikan keterangan terkait kasus yang menjerat Rahmat Effendi.
"Yang bersangkutan konfirmasi tidak bisa hadir dan akan dilakukan penjadwalan ulang kembali," kata Ali lagi.
KPK memang kerap memeriksa ASN serta beberapa lurah di Pemkot Bekasi karena ada dugaan pemotongan anggaran di kelurahan serta permintaan uang kepada pegawai Pemkot Bekasi. Pemotongan tersebut dilakukan atas perintah tersangka Rahmat Effendi tanpa aturan yang jelas.
Rahmat Effendi alias Bang Pepen merupakan tersangka suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di pemkot Bekasi. Politikus Partai Golkar itu ditetapkan sebagai tersangka setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK bersama dengan 14 orang lainnya.
Dalam operasi senyap itu, KPK mengamankan uang total Rp 5 miliar dalam bentuk tunai dan buku tabungan. Lembaga antirasuah itu kemudian menetapkan sembilan sebagai tersangka korupsi, termasuk Bang Pepen dari 14 orang yang berhasil disergap tim satuan tugas tersebut.
Bang Pepen diyakini mengintervensi lokasi ganti rugi dan pembebasan lahan yang dilakukan pemerintah kota Bekasi menggunakan APBD-P tahun 2021. Anggaran dalam APBD-P tersebut berjumlah keseluruhan Rp 286,5 miliar.
Dana itu kemudian digunakan untuk memberikan ganti rugi pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Selain Bang Pepen, KPK juga menetapkan Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M Bunyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi alias Bayong; Camat Jatisampurna, Wahyudin serta Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi sebagai penerima suap.
Lembaga antirasuah itu juga menetapkan empat tersangka lain sebagai pemberi suap. Mereka adalah Direktur PT MAM Energindo, Ali Amril; satu pihak swasta, Lai Bui Min alias Anen; Direktur PT Kota Bintang Rayatri dan PT Hanaveri Sentosa, Suryadi serta Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.