REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Pendorong Keterbukaan Kebijakan Pendidikan meminta Komisi X DPR RI dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI (KemendikbudRistek RI) untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Aliansi menekankan persoalan keterbukaan dengan pelibatan aktif masyarakat dalam pembahasan RUU itu.
"Sangat urgen untuk membuka akses seluas-luasnya bagi publik terkait segala hal yang berkaitan dengan RUU Sisdiknas. Kemdikbudristek juga hendaknya menyusun strategi pelibatan publik yang lebih luas dan saluran-saluran yang dapat digunakan oleh insan pendidikan untuk bersuara terkait RUU Sisdiknas dan naskah akademiknya," ujar Ibe Karyanto, penggagas Aliansi Pendorong Kebijakan Pendidikan, lewat siaran pers, Rabu (23/2/2022).
Aliansi berharap, dengan penundaan pembahasan RUU Sisdiknas itu nantinya bisa membuat proses pembahasannya lebih terbuka serta lebih banyak partisipasi penuh dari publik. Menurut aliansi, keterbukaan dengan pelibatan aktif masyarakat merupakan perwujudan konkret nilai demokrasi.
Aliansi mengungkapkan, Kemendikbudristek yang dalam hal ini Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) sudah pernah mengundang beberapa pihak untuk melakukan pertemuan membahas RUU Sisdiknas. Tapi, menurut aliansi, pertemuan secara daring dan hanya dalam waktu dua jam tidaklah cukup memadai sebagai suatu forum uji publik sebuah RUU.
"Keterlibatan masyarakat untuk memberikan masukan dalam pembahasan RUU akan menjadi produktif dan konstruktif apabila sejak awal proses perencanaan masyarakat sudah dimudahkan untuk memperoleh naskah akademik yang merupakan persyaratan mutlak dari usulan RUU," kata aliansi.
Berdasarkan keterangan peserta diundang secara terbatas dalam pertemuan pembahasan RUU Sisdiknas, draft RUU Sisdiknas dan naskah akademiknya hanya diberikan kepada perwakilan atau individu yang diundang terbatas saja. Hingga saat ini, kata aliansi, tidak ada pernyataan dari Kemendikbudristek terkait proses penyusunan draft serta uji publik RUU itu.
Aliansi menjelaskan, kesempatan yang terbatas untuk berkontribusi menelaah dan memberi masukan terhadap RUU Sisdiknas secara hukum bertentangan dengan Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Aliansi Pendorong Keterbukaan Kebijakan Pendidikan percaya bahwa keterbukaan proses penyusunan draft RUU Sisdiknas dan pelibatan sebanyak-banyaknya pihak sejak awal sangat penting, karena akan makin membuka ruang kontribusi dan koreksi lebih luas dan mendalam," kata aliansi.
Aliansi juga mengungkapkan, dari proses yang diklaim sebagai uji publik beberapa waktu lalu hingga saat ini, tampak belum melibatkan aktivis dan praktisi pendidikan alternatif. Pihak kampus kependidikan atau LPTK juga disebut tampak sedikit yang dilibatkan.
Melihat itu semua, Aliansi Pendorong Keterbukaan Kebijakan Pendidikan meminta kepada Mendikbudristek beberapa hal. Pertama, aliansi meminta Mendikbudristek lekas melakukan sosialisasi secara masif naskah akademik dan draft RUU Sisdiknas. Kedua, Mendikbudristek diminta untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk dapat mengakses atau memperoleh naskah akademik dan draft RUU Sisdiknas.
"Sekurang-kurangnya dengan cara mengunggah kedua dokumen tersebut ke laman resmi Kemendibudristek yang dapat dengan mudah dibuka oleh masyarakat," kata aliansi.
Ketiga, aliansi meminta Mendikbudristek untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan, baik berupa kritik maupun saran, terhadap isi naskah akademik maupun isi RUU Sisdiknas. Keempat, mereka juga meminta Mendikbudristek untuk merancang strategi sosialisasi dan uji publik yang dapat memenuhi asas persamaan, keadilan, dan perlindungan bagi masyarakat.
"Utamanya para pihak yang berkepentingan dengan pendidikan," jelas aliansi.
Salah seorang penggagas aliansi lainnya, Dhitta Puti Sarasvati, seorang pendidik guru dan aktivis di bidang pendidikan mengatakan, RUU Sisdiknas berhubungan dengan begitu banyak pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Bukan hanya bagi yang bergerak di pendidikan formal, tetapi juga mereka yang bergerak di pendidikan nonformal serta informal.
"Juga orang tua dan siswa. Sebaiknya, RUU Sisdiknas ini tidak dibahas di Prolegnas 2022 dulu," kata Dhitta.
Menurut dia, akses terhadap segala yang berhubungan dengan RUU Sisdiknas perlu dibuka untuk publik sehingga masyarakat yang serius ingin memberikan masukan terkait pembuatan RUU Sisdiknas dari bisa ikut terlibat dari awal. Bisa jadi, kata dia, masyarakat itu bukan hanya jaringan yang dikenal di lingkungan Kemendikbudristek saja.