Kamis 24 Feb 2022 19:30 WIB

Raden Aria Wangsakara Ulama Pendiri Tangerang (I)

Tangerang merupakan salah satu daerah yang menjadi basis perjuangan umat Islam.

Balai Pelestarian dan Cagar Budaya (BPCB) Banten menemukan reruntuhan bangunan Keraton Surosowan baru saat melakukan ekskavasi arkeologi yang dilakukan di reruntuhan bagian utara Keraton Surosowan, Kesultanan Banten, di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten, Selasa (23/7).
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam
Balai Pelestarian dan Cagar Budaya (BPCB) Banten menemukan reruntuhan bangunan Keraton Surosowan baru saat melakukan ekskavasi arkeologi yang dilakukan di reruntuhan bagian utara Keraton Surosowan, Kesultanan Banten, di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten, Selasa (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Tangerang merupakan salah satu daerah yang menjadi basis perjuangan umat Islam pada masa penjajahan Kompeni Belanda (VOC). Antara abad ke-17 dan 18, di wilayah tersebut muncul banyak alim ulama yang berjihad melawan penindasan. Salah seorang di antaranya ialah Raden Aria Wangsakara.

Mufti Ali dalam bukunya, Aria Wangsakara Tangerang(2019), menjelaskan, tokoh itu merupakan putra dari Pangeran Wiraraja I atau Darmawangi Sumedang. Dari garis ayahnya, ia masih keturunan Pangeran Panjunan, yang adalah anak dari Syekh Datuk Kahfi, seorang ulama Arab-Hadramaut penyebar Islam di Cirebon.

Baca Juga

Menurut Ali, tidak ada catatan yang menggambarkan kelahiran Aria Wangsakara. Kitab Paririmbon Kaariaan Parahianghanya menjelaskan, pada tahun 1038 Hijriyah terdapat tiga orang pangeran yang bertalian darah de ngan Pucuk Umun--penguasa Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran yang terakhir. Ketiganya datang ke istana Kesultanan Banten dengan maksud berbakti pada kerajaan Islam tersebut.

Para pangeran itu adalah Aria Santika, Aria Yuda Negara, dan Aria Wangsakara sendiri. Mereka meninggalkan tanah kelahiran dan keluarga besarnya di Sumedang. Sebab, ketiga bangsawan muda itu tidak sepandangan dengan para saudaranya yang memihak aliansi antara Kompeni Belanda dan Mataram. Maka, pergilah mereka dari Sumedang ke Banten, kerajaan Islam yang saat itu bersikap jelas dan tegas, yakni anti-Belanda.

Ali mengatakan, Wangsakara diperkirakan sampai di Banten pada 1622 M. Sultan Banten menyambut ketiga pangeran itu dengan penuh hormat. Mereka secara tersirat menyampaikan maksud berkoalisi dengan Banten, yakni untuk mengenyahkan kekuasaan Mataram atas Sumedang sehingga tanah leluhurnya itu dapat dikuasai kembali.

Kesultanan Banten lalu melantik Aria Santika, Aria Yuda Negara, dan Aria Wangsakara menjadi pemimpin wilayah yang baru dibuka di Lengkong Sumedang. Ketiganya lalu bermukim di Tigaraksa.Inilah awal mula berdirinya Tangerang. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Tangerang telah menjadikan momen pelantikan ketiga pangeran itu, yakni pada 13 Oktober 1632, sebagai hari lahirnya Kabupaten Tangerang.

sumber : Islam Digest
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement