REPUBLIKA.CO.ID, KYIV -- Serangan rudal Rusia ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022) pagi mengejutkan Mikhail Shcherbakov yang tinggal di Kharkiv, yaitu kota terbesar kedua di Ukraina. Dia terbangu dan melompat dari sofa kemudian berlari untuk membangunkan ibunya, tak lama kemudian terjadi ledakan di dekat apartemen tempat tinggalnya.
"Saya mendengar suara dan terbangun. Saya menyadari itu terdengar seperti artileri,” kata Shcherbakov.
Ledakan rudal itu membuat komputer dan cangkir teh di dekatnya diselimuti debu. Ketika fajar menyingsing pada Kamis, normalitas warga Ukraina mulai berubah. Mereka terbangun karena mendengar suara rudal yang amat keras. Asap mengepul di sejumlah kota, termasuk di wilayah yang jauh dari konflik separatis. Pada penghujung hari, banyak penduduk ibu kota telah berlindung di stasiun metro bawah tanah di Kyiv.
“Hari ini saya terbangun dan mengalami matahari terbit terburuk dalam hidup saya,” kata seorang warga kota Kharkiv yang menyebut namanya sebagai Sasha.
Sasha bergegas ke balkon dan menyadari bahwa suara keras yang membangunkannya bukanlah kembang api. Sementara itu, di wilayah lain yang jauh dari perbatasan, perjalanan pagi berubah menjadi kekacauan dan kepanikan. Terjadi antrian mobil yang cukup panjang di pompa bensin.
Sejumlah warga melarikan diri dari Kyiv di tengah hujan gerimis dan awan kelabu. Sementara yang lainnya berlindung di kereta bawah tanah, dan tidak mengetahui ke mana mereka harus pergi. Namun ada juga beberapa warga Ukraina yang masih pergi bekerja seperti biasa di tenga suara sirine peringatan.
"Saya tidak takut. Saya pergi bekerja. Satu-satunya hal yang tidak biasa adalah Anda tidak dapat menemukan taksi di Kyiv," ujar seorang penduduk, ketika sirene serangan udara meraung.
Jalanan utama Kyiv, Khreshchatyk, dipenuhi kecemasan saat orang-orang memeriksa ponsel mereka. Sementara di tempat lain di ibu kota, seorang warga bernama Anna Dovnya menyaksikan tentara dan polisi mengeluarkan pecahan peluru dari cangkang yang meledak.
“Kami telah kehilangan semua kepercayaan. Sampai saat-saat terakhir, saya tidak percaya itu akan terjadi. Saya baru saja menyingkirkan pikiran-pikiran ini," ujar Dovnya.
Di Mariupol, kota pelabuhan Laut Azov dikhawatirkan menjadi target utama pertama karena kepentingan strategis. Namun wartawan AP melihat pemandangan yang bercampur antara warga yang tetap melanjutkan rutinitas dan ada pula warga yang ketakutan.
U
Beberapa penduduk menunggu di halte bus untuk bekerja. Sementara yang lain bergegas meninggalkan kota yang hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari garis depan dengan Republik Rakyat Donetsk, yang dikuasai separatis pro-Rusia.
“Saya tidak bisa melakukan apa-apa. Saya hanya terpaku berdiri di sini,” kata seorang warga Mariupol yang hanya menyebut nama depannya, Maxim.
Maxim berkeliling kota sejak matahari terbit untuk mengambil uang tunai, dan mengisi bensin. Di sebuah supermarket, seorang pensiunan Anna Efimova mengkhawatirkan kondisi ibunya. Dia mengatakan, ibunya sibuk mengisi ruang bawah tanahnya dengan persediaan makanan.
"Tidak ada tempat untuk lari, kemana kita bisa lari?" ujar Emfimova.