Sabtu 26 Feb 2022 00:55 WIB

Gangguan Irama Jantung Juga Bisa Usik Anak, Bagaimana Cara Mendeteksinya?

Gangguan irama jantung bisa terjadi pada anak, bisa terdeteksi sejak dalam kandungan.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Reiny Dwinanda
Bayi prematur di dalam inkubator. Bukan hanya karena kelahiran prematur, faktor genetik juga bisa menyebabkan anak mengalami aritmia alias gangguan irama jantung.
Foto: EPA
Bayi prematur di dalam inkubator. Bukan hanya karena kelahiran prematur, faktor genetik juga bisa menyebabkan anak mengalami aritmia alias gangguan irama jantung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan kondisi tidak normal yang membuat kerja jantung tidak optimal. Hal ini perlu diperhatikan, khususnya pada anak, terutama bayi lahir prematur.

Bukan hanya karena kelahiran prematur, faktor genetik juga bisa menyebabkan anak mengalami aritmia. Spesialis jantung dan pembuluh darah Heartology Cardiovascular Center, dr Dicky Armein Hanafy, menjelaskan cara deteksi awal aritmia.

Baca Juga

Yang harus diperhatikan dulu adalah faktor keturunan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami aritmia maka anak harus segera diperiksakan.

"Kita bisa periksakan anak atau kita periksa diri kita dulu, ada masalah nggak sama kita. Tapi, kalau kelainan bawaan atau kelainan kongenital itu bisa saja terjadi secara sporadis," ujar dr Dicky dalam webinar bertajuk "Gangguan Irama Jantung pada Anak", dikutip Jumat (25/2/2022).

Umumnya, aritmia bisa dideteksi dari bayi, yakni ketika detak jantungnya lambat. Gangguan tersebut bisa terdeteksi saat buah hati masih berada dalam kandungan melalui USG oleh dokter jantung spesialis anak.

Di samping itu, ada juga aritmia yang baru muncul setelah anaknya berusia tiga atau lima tahun, kondisi yang mungkin tidak terdeteksi saat di kandungan. Dr Dicky mengingatkan orang tua untuk memantau tumbuh kembang anaknya.

"Jangan anak dibiarkan tumbuh tanpa dipantau apakah berat badannya naiknya baik, makanannya baik. Jangan salahkan anaknya yang nggak mau makan, tapi dicari tahu kenapa anaknya nggak mau makan. Karena hampir semua anak itu pasti mau makan," ujar dr Dicky.

Menurut dr Dicky, orang tua perlu mencari tahu penyebab anak tidak mau makan, apakah ada infeksi atau ada penyakit lain, termasuk aritmia. Anak yang mengalami masalah tumbuh kembang perlu mendapatkan pemeriksaan.

"Tapi jangan terlalu takut juga karena hampir 99 persen anak lahir dan tumbuh itu tidak ada kelainan jantung," kata dr Dicky.

Kelainan jantung tidak tertutup kemungkinannya akan muncul beberapa tahun kemudian atau bahkan saat remaja, meskipun risikonya lebih rendah dan bisa ditangani lebih mudah. Jenis aritmia yang dialami anak-anak adalah takikardia (detak jantung cepat), bradikardia (detak jantung lambat), sindrom Q-T panjang, dan sindrom Wolff-Parkinson-White.

Dulu, satu-satunya cara mengatasi aritmia hanyalah diberikan obat-obatan, namun sekarang ada pilihan terapi lain bagi pasien, yakni dengan ablasi frekuensi radio yang menggunakan sebuah instrumen kecil dengan energi panas untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal penyebab aritmia.

Tindakan ablasi 3 dimensi dilakukan dengan menggunakan HD Grid 3D Mapping System. Teknologi ini diyakini memberikan paradigma baru dalam pemetaan aritmia, baik yang simpel maupun kompleks.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement