REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menanggapi terkait pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang akan menggunakan konsep sumur resapan yang dipakai Gubernur DKI Anies Baswedan di Jakarta. Menurutnya, hal ini tentu keputusan yang cerdas. IKN memang sejak awal dirancang untuk terbebas dari banjir.
"Keputusan tersebut sekaligus menihilkan kritik PDIP, PSI, dan para buzzer terhadap Anies. Mereka mengkritik sumur resapan bukan karena memahami plus minus konsep tersebut, tapi karena kebencian," katanya kepada Republika.co.id, Ahad (27/2).
Ia melanjutkan, motif mereka mengkritik juga bukan untuk memperbaiki konsep yang ada, tapi lebih untuk menggagalkan pembangunan yang dilakukan Anies. Karena itu, apapun yang dilakukan Anies tidak akan ada yang benar di mata mereka. Sebab, motifnya hanya satu, Anies harus gagal selama menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Dengan digunakannya konsep sumur resapan di IKN, seharusnya menjadi tamparan bagi mereka. Selain itu, mereka yang merasa hebat karena mengkritik Anies, justru kenyataannya menunjukan ketidaktahuan mereka.
Mereka menjadi orang yang seolah-olah tahu padahal yang sesungguhnya mereka dalam ketidaktahuan. "Jadi, kritik destruktif mereka akhirnya mempermalukan mereka sendiri. Masalahnya, rasa malu itu sudah langkah di negeri tercinta," kata dia.
Meski menuai kontroversi di Jakarta, konsep 'air hujan dialirkan masuk ke tanah' ala Anies Baswedan justru akan diterapkan di Ibu Kota Negara (IKN) baru. Hal ini diketahui dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Dari UU itu diketahui, IKN baru yang akan dibangun di Kalimantan Timur akan menerapkan konsep serupa dengan Jakarta. Air hujan akan dimaksimalkan untuk meresap ke dalam tanah sebanyak mungkin guna mencegah terjadinya banjir dan menjaga kelestarian air tanah di sana.
Secara umum, konsep sumur resapan ini juga sudah dilakukan oleh daerah-daerah penyangga DKI jauh hari sebelumnya. Salah satunya, Kota Depok.