REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menyesalkan adanya kejadian kecelakaan lalu lintas antara bus dan Kereta Api Dhoho (Blitar - Kertosono) yang terjadi di perlintasan tidak terjaga antara Stasiun Tulungagung dan Ngujang pada Minggu (27/2) pukul 05.16 WIB. VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan, perlintasan sebidang tersebut akan ditutup untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api.
"Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018 Pasal 3, bahwa KAI berhak menutup perlintasan sebidang yang tidak terdaftar, tidak dijaga, dan atau tidak berpintu yang lebarnya kurang dari 2 meter,” kata Joni dalam pernyataan tertulisnya, Ahad (27/2/2022).
Akibat kejadian tersebut, Joni mengatakan, terjadi kerusakan pada sarana kereta api berupa kereta penumpang, lokomotif, serta keterlambatan perjalanan kereta api. Dia menuturkan, KAI juga turut berduka atas adanya korban jiwa dan luka yang dialami para penumpang bus akibat kelalaian pengemudi bus.
“KAI akan menuntut pengusaha bus akibat kerugian yang dialami KAI,” tutur Joni.
Joni menegaskan, seluruh pengguna jalan harus mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui perlintasan sebidang. Hal tersebut sesuai Undang-undang 23 tahun 2007 tentang perkeretaapian dan Undang-undang 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Joni menambahkan, rendahnya kedisiplinan pengguna jalan membuat masih tingginya jumlah kecelakaan di perlintasan sebidang antara pengguna jalan dan kereta api. KAI mencatat pada 2021 terjadi kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang kereta api sebanyak 271 kecelakaan dengan korban meninggal 67 orang dan luka 92 orang.
Dia menegaskan, KAI juga meminta pemerintah meningkatkan keselamatan perjalanan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya. Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 94 ayat 2 bahwa Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Lalu sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan jalan yang berpotongan dengan jalur kereta api adalah pemilik jalannya. Rinciannya adalah menteri untuk jalan nasional, gubernur untuk jalan provinsi, buoati atau walikota untuk jalan kabupaten kkota dan jalan desa, serta badan hukum atau lembaga untuk jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.
"KAI berharap seluruh pihak dapat proaktif dan bersama-sama menjalankan tugas sesuai kewenangannya masing-masing untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api maupun para pengguna jalan itu sendiri," ungkap Joni.
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, kecelakaan rombongan bus pariwisata biasanya pengemudi tidak paham dengan rute yg akan dilalui karena bukan pramudi tetap atau pegawai di PO tersebut. Melainkan pramudi siapapun yang penting punya SIM B1/m atau B2 walaupun tidak memiliki pengalaman cukup di rute tersebut.
“PO tidak memilki risk journey yang dijadikan panduan pramudi ketika akan berangkat ke suatu tujuan. Hal ini mengakibatkan pengemudi tidak paham Road Hazard Mapping pada route yang akan dilalui,” ungkap Djoko.
Selain itu, Djoko mengetakan, juga tidak ada tata cara mengemudi bus convoy atau rombongan di jalan sehingga pramudi cenderung selalu ingin lebih cepat sampai tujuan tanpa memperhatikan keselamatan. Hal tersebut, menurut Djoko, akan diperparah jika penumpang juga meminta pengemudi agar bus mereka paling duluan sampai di tujuan.
“Sebaiknya pemerintah daerah melalui dishub serta Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub bersama-sama dengan KAI melakukan audit agar dapat melakukan mitigasi risikonya sehingga ada solusi jangka pendeknya,” tutur Djoko.