Selasa 01 Mar 2022 00:24 WIB

Soal Nurhayati Sebagai Tersangka, Komisi III Kritik Kinerja Kepolisian

Menko Polhukam Mahfud MD harus turun tangan agar Nurhayati terbebas dari jerat hukum.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh.
Foto: Istimewa
Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh mengkritisi aparat kepolisian yang sempat menetapkan Nurhayati sebagai tersangka. Bahkan, Menko Polhukam Mahfud MD harus turun tangan agar Nurhayati terbebas dari jerat hukum. 

Nurhayati dikenal sebagai orang yang dijadikan tersangka karena melaporkan kepala desa atas korupsi dana desa. Pangeran menyayangkan dalih kepolisian yang menetapkan Nurhayati sebagai tersangka hanya karena ketidaksengajaan. 

"Sehubungan dengan alasan pihak kepolisian yang mengatakan bahwa penetapan status tersangka Nurhayati sebagai tindakan 'tidak sengaja', faktanya ini menjadi pertanyaan besar bagi kita semua," kata Pangeran kepada Republika, Senin (28/2). 

Pangeran berharap Polri mengevaluasi kinerja jajarannya di daerah agar kasus Nurhayati tak terulang. Sebab menurutnya kasus semacam itu sangat merugikan masyarakat dan citra lembaga penegak hukum.

"Kepada pihak kepolisian dan pihak-pihak lain yang terkait, adanya kasus Nurhayati adalah warning jangan main-main dalam menegakan hukum yang berkeadilan," ujar Pangeran. 

Pangeran juga menilai, penetapan Nurhayati sebagai tersangka memang janggal sejak awal. Ia merujuk Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang perlakuan bagi pelapor tindak pidana (whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborators) di dalam perkara tindak pidana tertentu atau korupsi dalam hal ini. 

"Maka, mestinya ini memberikan panduan awal yang jelas bahwa termasuk pada tindakan pidana tertentu yang bersifat serius seperti tindak pidana korupsi, dan lain-lainnya wajib dilindungi," ujar politikus PAN itu. 

Selanjutnya, Pangeran merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang pada dasarnya masyarakat dapat berperan membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran masyarakat diantaranya dalam bentuk hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi (pelapor tindak pidana korupsi).

"Dari hal tersebut, maka ketika Nurhayati melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, maka itu dapat dikategorikan sebagai whistleblower yang tentu ini hak dan tanggung jawab masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Pangeran. 

Sebelumnya, Nurhayati sempat ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana desa oleh Polres Cirebon. Kasus Nurhayati sempat viral di media sosial dan menarik perhatian publik karena banyak orang menilai ia merupakan salah satu pelapor atau pihak yang berupaya membongkar kasus korupsi dana Desa Citemu oleh kepala desa. Atas dasar itu, penetapan Nurhayati sebagai tersangka menuai kritik dan protes masyarakat serta berbagai organisasi masyarakat sipil. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement