REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS — Juru bicara Komisi Uni Eropa (UE) Anitta Hippe mengatakan, agar semua orang yang melarikan diri dari perang di Ukraina untuk diizinkan masuk ke UE, terlepas dari kebangsaan, etnis, atau warna kulit mereka. Pernyataan ini keluar menanggapi tentang dugaan rasisme terhadap orang Afrika di perbatasan barat Ukraina dengan negara-negara Uni Eropa.
“Negara-negara UE sangat berkomitmen untuk memastikan perlakuan yang sama bagi semua orang yang tiba di perbatasan mereka setelah melarikan diri dari perang di Ukraina,” ungkapnya dilansir dari Anadolu Agency, Kamis (3/3/2022).
Hipper melanjutkan bahwa kebijakan ini sejalan dengan kewajiban negara-negara yang berasal dari Konvensi Jenewa 1951 tentang perlindungan pengungsi, di mana semua anggota UE menjadi salah satu pihak. "Kami berhubungan di semua tingkatan dengan negara-negara anggota UE, Ukraina, dan Moldova untuk memastikan bahwa kedatangan warga negara ketiga yang aman difasilitasi," katanya. "Uni Eropa berkomitmen untuk menyediakan akses kepada semua orang yang melarikan diri dari perang di Ukraina,” tambahnya.
Menurut pejabat tersebut, Komisi Uni Eropa mengusulkan langkah-langkah untuk memberikan status perlindungan cepat kepada semua warga Ukraina, serta warga negara dari negara ketiga dan keluarga mereka. Ia juga mengatakan bahwa komisi tersebut akan memfasilitasi pemulangan melalui blok tersebut untuk semua warga negara yang telah berada di Ukraina untuk kunjungan singkat.
Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan perang Rusia di negaranya mempengaruhi baik Ukraina dan orang asing dengan cara yang menghancurkan. “Orang Afrika yang mencari evakuasi adalah teman kita dan perlu memiliki kesempatan yang sama untuk kembali ke negara asal mereka dengan selamat. Pemerintah berusaha keras untuk memecahkan masalah ini,” ujar Kuleba.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan di Twitter bahwa organisasi Eropa itu "berterima kasih atas upaya pemerintah Ukraina di bidang ini."
Uni Afrika, menanggapi perlakuan buruk terhadap orang Afrika yang mencoba meninggalkan Ukraina, mengatakan bahwa mereka mengikuti perkembangan di Ukraina dengan cermat dan mendesak semua negara untuk menghormati hukum internasional dan menunjukkan empati dan dukungan yang sama kepada semua orang yang melarikan diri dari perang, terlepas dari identitas ras mereka. Sekitar 20 persen mahasiswa asal Afrika belajar dan tinggal di Ukraina. Di antara mereka, mengaku mengalami perlakuan rasis di perbatasan karena warna kulit mereka.
Perang yang terjadi sejak 24 Februari lalu, menyebabkan lebih dari 2.000 warga sipil meninggal dunia, menurut Layanan Darurat Negara Ukraina. Sementara Badan Pengungsi PBB memperkirakan lebih dari 874 ribu orang telah melarikan diri dari Ukraina ke negara-negara tetangga.