REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika Amani al-Attar meninggalkan Dnipro di tenggara Ukraina pada hari kedua invasi Rusia, dia mengira akan memakan waktu beberapa jam sebelum dia menyeberang ke Polandia yang bertetangga dengan aman. Sebaliknya, perjalanannya jauh dari kata aman.
Dilansir di Aljazirah, Ahad (6/3/2022), mahasiswa Maroko berusia 25 tahun itu menggambarkan perjalanan yang mengerikan selama berhari-hari yang penuh dengan diskriminasi dari tentara Ukraina, sukarelawan militer, dan warga biasa di sepanjang jalan.
Lebih dari 1 juta orang telah meninggalkan Ukraina sejak dimulainya perang pada 24 Februari menurut Badan Pengungsi PBB. Ribuan warga negara Arab, sebagian besar pelajar yang tinggal di Ukraina, mencari perlindungan di Polandia saat pemerintah mereka berjuang untuk mengevakuasi mereka.
Al-Attar dan sekelompok sembilan temannya–semuanya mahasiswa Arab di Universitas Dnipro–masing-masing membayar 150 dolar AS kepada seorang sopir bus yang berjanji membawa mereka ke perbatasan Polandia. Perjalanan sembilan jam ke Horodok, sebuah kota kecil di luar Lviv di barat Ukraina, sebagian besar lancar, selain sering berhenti di pos pemeriksaan tentara. Namun, sekitar 40 kilomete (18 mil) dari Polandia, semuanya berubah.
Tentara Ukraina menghentikan bus mereka yang berisi 50-an penumpang asing dan memaksa mereka turun. “Mereka hanya menunjuk ke suatu arah dan berkata: ‘Di situlah Polandia. Sekarang berjalanlah,” kenang al-Attar seraya menambahkan tentara mengatakan orang asing tidak akan diizinkan melanjutkan perjalanan lebih jauh dengan kendaraan.