Rabu 09 Mar 2022 22:02 WIB

Perempuan Meksiko Protes Soal Kekerasan

Tahun lalu pemerintah Meksiko mencatat 969 pembunuhan terhadap perempuan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan
Foto: Pixabay
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan

REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Perempuan Meksiko turun ke jalan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada Selasa (8/3/2022) kemarin. Unjuk rasa memprotes kekerasan terhadap perempuan melewati istana presiden dan monumen nasional yang dijaga dengan kawat besi karena kekhawatiran kerusuhan akan pecah.

Pengunjuk rasa mengatakan Presiden Andres Manuel Lopez Obrador tidak banyak bertindak untuk mencegah meningkatnya pembunuhan terhadap perempuan atau femicides. Presiden meminta demonstran untuk tetap tenang dan tidak memicu kekerasan.

Baca Juga

Kepolisian Mexico City mengatakan mereka menyita bom molotov dan beberapa benda yang digunakan sebagai senjata seperti tongkat baseball, palu dan petasan dari pengunjuk rasa. Media setempat juga melaporkan pengunjuk rasa dari kelompok yang dikenal blok hitam terluka setelah berayun di kaca halte bus yang menimpa mereka.

Pihak berwenang Meksiko memasang pagar pembatas besi di sekitar istana presien atau National Palace. Tempat tinggal resmi presiden dan keluarganya. Serta beberapa gedung bersejarah lainnya.

Tahun lalu pemerintah Meksiko mencatat 969 pembunuhan terhadap perempuan. Naik dibandingkan tahun 2020 yang sebanyak 949.

Para aktivis mengatakan angka sebenarnya lebih tinggi lagi dan beberapa pihak memperkirakan setiap hari ada 10 perempuan yang tewas dibunuh karena gender mereka. Sekelompok pengunjuk rasa meneriakan slogan "Perempuan bersatu, tak bisa dikalahkan," saat mereka tiba di National Palace.

Sebagian pengunjuk rasa mengibarkan bendera warna putih, yang lain memakai bandana warna ungu sebagai lambang gerakan feminis atau hijau sebagai bentuk dukungan pada hak-hak aborsi. Mereka bergerak menunjuk salah satu lokasi utama Mexico City untuk membentangkan spanduk dan poster slogan feminisme.

Mahasiswi 21 tahun Frida Morena mengatakan ia tumbuh dengan guru yang kasar. Ia percaya memiliki tanggung jawab untuk mengikuti unjuk rasa ini sehingga gadis lain dapat berbagi pengalam yang serupa.

"Walaupun saya merasa memiliki privilase karena tinggal di lingkungan yang aman, tidak ada yang menjamin suatu hari nanti saya tidak akan menghilang dan muncul di tanah kosong, mati, diperkosa," kata Moreno.

Lopez Obrador yang setengah dari kabinetnya adalah perempuan membantah tuduhan para aktivis yang mengatakan ia tidak tertarik mengatasi tingginya angka pembunuhan terhadap perempuan. Ia mengatakan upaya membela hak-hak perempuan sudah mengalami kemajuan.

Lopez Obrador mengangguk ketika ditanya apakah unjuk rasa dapat berubah menjadi kerusuhan seperti yang diprediksi salah satu pejabat pemerintahnya. "Kelompok-kelompok konservatif menyusup kedalam gerakan-gerakan feminisme," katanya.

Ia menegaskan merupakan tindakan yang salah bila "menggunakan kekerasan untuk tujuan politik." Pemerintah Mexico City mengatakan akan mengerahkan paramedis dan pasukan polisi perempuan untuk menjaga unjuk rasa.

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement