REPUBLIKA.CO.ID, LVIV -- Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menuduh Rusia melakukan genosida setelah serangan udara Moskow menghancurkan rumah sakit bersalin dan anak. Serangan yang digelar di tengah gencatan senjata agar warga bisa keluar Kota Mariupol itu membuat banyak pasien tertimbun reruntuhan rumah sakit.
Pihak berwenang mengatakan serangan ini melukai perempuan yang sedang bersalin dan anak-anak yang tertimpa reruntuhan. Serangan udara tersebut kengerian terbaru invasi Rusia ke Ukraina yang memasuki hari ke-14.
Dewan Kota Mariupol mengatakan rumah sakit tersebut dihantam serangan beberapa kali. Gedung Putih menyebutnya sebagai serangan "barbar yang menggunakan kekuatan militer untuk mengincar warga sipil yang tidak bersalah."
Rusia tetap melancarkan serangan meski berjanji tidak melepas tembakan untuk membiarkan warga sipil keluar dari kota-kota yang dikepung. Di mana ribuan orang berlindung tanpa air dan listrik selama satu minggu lebih.
"Negara macam apa Rusia Federasi ini, yang takut pada rumah sakit, takut pada rumah sakit bersalin, dan menghancurkannya," kata Zelenskiy dalam pidato yang disiarkan televisi, Rabu (9/3/2022) waktu setempat atau Kamis (10/3/2022) waktu Indonesia.
Zelenskiy mengulang kembali permintaannya agar Barat menambah sanksi pada Rusia. "Sehingga mereka duduk di meja negosiasi dan mengakhiri perang brutal ini," katanya.
Ia menambahkan pengeboman rumah sakit anak merupakan "bukti sedang terjadi genosida orang Ukraina." Kremlin membantah serangan terhadap rumah sakit.
"Pasukan Rusia tidak menembak target sipil," kata juru bicara pemerintah Rusia Dmitry Peskov saat dimintai komentar.
Rusia mengatakan invasi yang mereka sebut sebagai "operasi militer khusus" itu untuk melucuti senjata Ukraina dan menurunkan pemimpinnya yang mereka tuduh sebagai "neo-Nazi."
Kementerian Luar Negeri Ukraina mengunggah video yang memperlihat lubang di rumah sakit di mana seharusnya jendela di lantai ketiga gedung rumah sakit. Terlihat reruntuhan di lokasi kejadian. Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan sedang memverifikasi angka korban jiwa di Mariupol.
"Insiden itu menambah kekhawatiran kami mengenai penggunaan senjata tanpa pandang bulu di area pemukiman dan warga sipil terjebak di sejumlah area pertempuran aktif," kata juru bicara Dewan HAM PBB Liz Throssell.
Gubernur wilayah Donetsk mengatakan 17 orang terluka dalam serangan tersebut. Ukraina menuduh Rusia melanggar perjanjian gencatan senjata di kota pelabuhan sebelah selatan negara itu. Pemerintah dan pekerja sosial di kota itu mengatakan mereka kehabisan pasokan makanan dan air selama beberapa hari.
"Serangan tanpa pandang bulu berlanjut," kata Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba di Twitter.
Perusahaan citra satelit Maxar mengatakan foto-foto yang diambil di hari sebelumnya menunjukkan rumah-rumah, gedung apartemen, toko-toko grosir dan pusat perbelanjaan di kota itu benar-benar hancur. Rusia menyalahkan Ukraina karena gagal menggelar evakuasi.
Dana Anak-anak PBB (UNICEF) mengatakan dari 2 juta pengungsi yang menghindari perang di Ukraina lebih dari 1 jutanya adalah anak-anak. Setidaknya sudah 37 anak tewas dan 50 lainnya terluka.
Kantor berita Interfax mengutip seorang pejabat pemerintah Ukraina yang mengatakan sudah sekitar 48 ribu warga Ukraina dievakuasi melalui koridor kemanusiaan.
Pemerintah Ukraina mengatakan sementara sejumlah pengungsi berhasil keluar dari beberapa lokasi. Pasukan Rusia mencegah bus-bus yang mengevakuasi warga dari Bucha, kota dekat Kiev.
Komite Palang Merah Internasional (ICRC) mengatakan rumah-rumah di seluruh Ukraina hancur. "Ratusan ribu orang tidak memiliki makanan, air, pemanas, listrik dan obat-obatan," kata lembaga kemanusiaan tersebut.
Masih ada ribuan warga Ukraina yang berbondong-bondong mengungsi ke negara tetangga. Setelah berlindung di ruang bawah tanah, Irina Mihalenka meninggalkan rumahnya di Odessa, kota pelabuhan yang menghadap Laut Hitam.
"Ketika kami berjalan, jembatan meledak, dan ketika kami melewati puing-puingnya, karena tidak ada jalan keluar yang lain, tergeletak mayat-mayat (tentara) Rusia di sana," katanya di Isaccea, Rumania.