REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ritual menangkal hujan Roro Istiati di MotoGP Mandalika 2022 menjadi sorotan dunia maya. Beragam kontroversi muncul atas aksinya tersebut.
Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis), KH Jeje Zaenuddin, menjelaskan hukum pawang hujan. Dalam perspektif akidah Islam, turunnya hujan bagian dari rahmat karunia Allah SWT. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Alquran seperti surat Asy Syura ayat 28.
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ ۚ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ "Dan Dialah yang menurunkan hujan setelah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Mahapelindung, Mahaterpuji."
Maka, menurut Kiai Jeje, ketika terjadi kemarau panjang dan lama tidak turun hujan, Islam mensyariatkan berdoa dan sholat Istisqa yaitu doa dan sholat meminta hujan.
Di masa Rasulullah SAW juga pernah terjadi ketika musim kemarau panjang sehingga masyarakat manusia, hewan dan binatang kelurangan air. Rasulullah SAW berdoa memohon hujan dalam khutbah Jumatnya.
"Dan ketika hujan itu sudah sedemikian melimpah bahkan berdampak banjir, Rasulullah SAW juga berdoa lagi momohon kepada Allah SWT agar hujan dialihkan ke daerah pegunungan dan pinggiran kota Madinah," katanya.
Jadi berdoa memohon hujan ada tuntunan syariatnya, demikian juga berdoa memohon agar hujan dialihkan ke daerah yang aman dari banjir ada tuntunan syaritnya menurut Islam. Artinya jangan meminta di luar syariat Islam.
"Jadi kalau seorang Muslim melakukan doa memohon diturunkan hujan ataupun doa memohon dialihkan hujan tentu wajib mengikuti tuntunan ajaran Islam," katanya.
Kiai Jeje mengatakan, bagi non-Muslim tentu hak mereka melakukan doa dan ritual minta atau menolak hujan menurut keyakinan dan agama mereka.
Umat Islam mengimani dan meyakini bahwa kekuasaan mutlak menurunkan dan menghentikan hujan hanyalah milik Allah SWT.
"Sebab itu cara yang dilakukannya pun mengikuti tuntunan syariat agama Allah SWT. Bukan dengan cara ritual mantra ataupun macam macam sesajen yang ditujukan kepada kekuasaan dan kekuatan selain Allah SWT, karena hal itu dalam akidah Islam dikatakan sebagai perbuatan syirik, menyekutukan Allah SWT sebagai dosa besar yang tidak diampuni dan menghapus semua pahala amal saleh," katanya.
Namun demikian tidak berarti Islam menolak ikhtiar manusiawi yang bisa dilakukan dengan cara-cara ilmiah dan menggunakan teknologi sebagai karunia dari Allah SWT untuk memantau dan mengarahkan atau mengatur curah hujan untuk kemaslahatan manusia dan alam sekitarnya.
Baca juga: Tentara Israel Paksa Diplomat Muslim Taiwan Baca Alquran
Antara doa yang disyariatkan dan ikhtiar yang dimubahkan semuanya dilakukan dalam bingkai keimanan dan kesadaran bahwa kekuasaan mutlak menurukan dan mengatur hujan hanya milik Allah SWT.
ٱللَّهُ ٱلَّذِى يُرْسِلُ ٱلرِّيَـٰحَ فَتُثِيرُ سَحَابًۭا فَيَبْسُطُهُۥ فِى ٱلسَّمَآءِ كَيْفَ يَشَآءُ وَيَجْعَلُهُۥ كِسَفًۭا فَتَرَى ٱلْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَـٰلِهِۦ ۖ فَإِذَآ أَصَابَ بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦٓ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.” (QS Ar Rum ayat 48)
وَأَرْسَلْنَا ٱلرِّيَـٰحَ لَوَٰقِحَ فَأَنزَلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ فَأَسْقَيْنَـٰكُمُوهُ وَمَآ أَنتُمْ لَهُۥ بِخَـٰزِنِينَ
"Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya." (QS Al Hijr ayat 22)