REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketersediaan minyak goreng (Migor) curah di Kota Yogyakarta masih mengalami kelangkaan menjelang Ramadhan 2022. Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Yogyakarta menyebut, harga untuk Migor curah juga masih di atas harga eceran tertinggi (HET) yakni di atas Rp 14 ribu per kilogram.
"Hari ini kami mengonfirmasi dari beberapa distributor di Kota Yogyakarta maupun Sleman yang berdekatan dengan Kota Yogya, sampai hari ini pasokan untuk migor curah bisa dikatakan sulit sekali," kata Kepala Bidang Ketersediaan Pengawasan dan Pengendalian Perdagangan Disdag Kota Yogyakarta, Sri Riswanti di Balai Kota Yogyakarta, Selasa (29/3/2022).
Sri mengatakan, masih langkanya migor curah di DIY termasuk Kota Yogyakarta karena tidak adanya pasokan dari Jawa Tengah. Pasalnya, untuk pasokan minyak goreng di DIY, sebagian besarnya dipasok dari Semarang, Jawa Tengah.
"DIY dan Jawa Tengah itu satu regional pasokan (untuk migor), tapi memang di Semarang sendiri kami cek barangnya masih kosong," ujar Sri.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pasokan migor yang masuk ke DIY juga ada yang didatangkan dari Jawa Timur. Ketersediaan minyak goreng di Jawa Timur, katanya, tidak terkendala baik migor curah maupun yang kemasan.
"Distribusi di Jawa Timur tidak ada kendala. Memang migor ini berlaku di pelabuhan Jatim, kesulitan karena di Jateng belum siap untuk pasokan dengan standar yang diinginkan. Jadi Jatim yang paling siap, jadi ketika Yogya ada pasokan itu sebagian diambil dari Jatim," ujarnya.
Terkait dengan ketersediaan migor kemasan, Sri menyebut, tidak ada kendala. Untuk migor kemasan baik yang sederhana maupun premiun, ketersediaannya masih cukup banyak di pasaran.
"Kalau premiun saya rasa sudah tidak masalah, karena kami cek di distributor di Jalan Jlagran (Lor) itu msh melimpah stoknya. Sehari bisa 26 ton bongkar dan itu paginya langsung terdistribusi. Yang masih langka migor curah, tapi ketersediaan untuk yang kemasan melimpah," kata Sri.
Sementara itu, untuk harga migor curah masih di atas HET yakni rata-rata Rp 18 ribu sampai Rp 20 ribu. Sri mengungkapkan, masih tingginya harga migor curah dikarenakan harga saat sampai di pedagang sudah tinggi.
"Di pasar masih kita temukan pedagang yang menjual Rp 20 ribu, ketika ditanya pedagang (menyebut) belinya sudah di atas Rp 18 ribu," katanya.
Hal itu membuat harga migor khusus yang curah masih sulit untuk mendekati HET maupun sesuai HET. Pihaknya pun akan terus melakukan pengawasan distribusi dan operasi pasar terkait dengan migor ini.
"Ketika migor kemasan dilepas sesuai harga keekonomian, saya rasa untuk yang curah kalau dipaksa Rp 15 ribu per liter atau Rp 15.500 ini juga bisa, tapi untuk dropping tertentu. Misalnya BUMN, karena margin pedagang ini kan minimal seribu. Kalau pedagang ambilnya Rp 14 ribu, maka bisa (mendekati) HET, tapi kalau kalau (pedagang ambilnya) sudah di atas Rp 15 ribu, jatuhnya bisa jadi Rp 16.500," kata Sri.
Sri menuturkan, untuk kegiatan operasi pasar dilakukan secara rutin bahkan sejak ditetapkan single price untuk minyak goreng pada Januari lalu. Operasi pasar tidak hanya dilakukan di tingkat pedagang migor di pasar rakyat, tetapi juga di tingkat distributor.
Operasi pasar yang dilakukan langsung ke pedagang migor dilakukan untuk memastikan distribusinya tepat sasaran ke masyarakat, khususnya untuk migor curah. Di tingkat distributor, ujarnya, operasi pasar dilakukan dengan tujuan agar jalur distribusi berjalan lancar hingga ke pedagang dan ke konsumen atau masyarakat.
Untuk migor curah, pihaknya sudah melakukan oeprasi pasar sebanyak tiga kali. Sedangkan, untuk migor kemasan sudah dilakukan oeprasi pasar hingga delapan kali sejak Januari lalu.
"Pertama kami laksanakan (operasi pasar) di tingkat pedagang migor, kami sasarannya memang langsung ke pedagang pasar sejumlah enam ton. Kedua, kepada pedagang pasar lagi fokusnya di Pasar Kranggan dan Prawirotaman sejumlah 6,8 ton," kata Sri.