REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasokan minyak sawit (CPO) untuk kebutuhan produksi minyak goreng pasca dicabutnya kebijakan domestic market obligation (DMO) turun drastis.
Direktur Jenderal Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan, total pasokan CPO sejak 18 hingga 30 Maret 2022 atau dalam kurun 12 hari terakhir hanya mencapai sekitar 35,4 ribu ton.
Jumla tersebut jauh lebih kecil jika dibandingkan saat pemerintah menerapkan kebijakan DMO yang berlangsung sejak 14 Februari-12 Maret 2022 di mana terkumpul pasokan CPO hingga 720,6 ribu ton dan diklaim terdistribusikan 502 ribu ton.
"Data ini (pasca DMO) dinamis," kata Oke singkat dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (30/3/2022).
Anggota Komisi VI DPR Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, menyayangkan dicabutnya kebijakan tersebut. "Sebelumnya dalam 28 hari bisa terkumpul 702 ribu ton, ini 12 hari baru 35 ribu ton. Ini yang bodoh ya kita semua. Pemerintah bodoh, DPR bodoh," kata dia.
Menurut dia, dengan pasokan yang menurun drastis itu cukup mengkhawatirkan. Ia pun menilai wajar bila masyarakat saat ini marah kepada pemerintah akibat kebijakan minyak goreng yang tak kunjung menemukan solusi konkret.
Andre pun mengusulkan agar DPR melakukan audit investigasi mengenai harga pokok produksi CPO sekaligus minyak goreng. Ia pun mendesak agar DPR juga melakukan audit investigasi kebijakan DMO dan DPO yang saat diterapkan justru terjadi kelangkaan minyak goreng.