REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Eks Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya Persero, Dono Purwoko, didakwa memperkaya diri serta orang lain hingga menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp19,7 miliar.
Kerugian tersebut terjadi dalam proyek pembangunan gedung kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi," kata Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Ikhsan Fernandi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta Pusat pada Kamis (31/3/2022).
Aksi Dono membuat beberapa pihak yaitu mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Satuan Kerja Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Duddy Jocom ketiban untung senilai Rp3,5 miliar.
Menyusul konsultan manajemen konstruksi PT Artefak Arkindo Djoko Santoso dan konsultan perencana PT Bita Enercon Engineering Torret Koesbiantoro mendapat uang panas masing-masing senilai 150 dan Rp275 juta. "Serta memperkaya PT Adhi Karya sebesar Rp15,8 miliar," ucap Ikhsan.
JPU KPK menyebut Dono terkait dalam pengaturan proses pelelangan demi memenangkan PT Adhi Karya sebagai perusahaan yang menjalankan proyek pembangunan Gedung IPDN di Minahasa pada tahun anggaran 2011.
Perusahaan tersebut telah memperoleh uang pembayaran sepenuhnya untuk pengerjaan kampus calon PNS itu walau belum tuntas. "Pelaksanaan pekerjaan belum selesai 100 persen," tutur Ikhsan.
JPU KPK mengungkapkan penyerahan uang kepada Duddy Jocom, Torret, dan Djoko dilakukan secara bertahap. PT Adhi Karya memberi uang usai memperoleh pembayaran termin pekerjaan pembangunan gedung Kampus IPDN di Minahasa.
Diketahui, kasus ini bermula ketika digelar pertemuan mengenai adanya rencana pengadaan dan pekerjaan pembangunan gedung kampus IPDN di beberapa lokasi di Indonesia pada 2010 lalu. Salah satunya di Minahasa.
Sekitar Desember 2011, Dono Purwoko diduga mengajukan pembayaran pelaksanaan pekerjaan mencapai 100 persen kepada Duddy Jocom sebagai Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (AKPA). Padahal proses pekerjaan baru terlaksana 89 persen.
Akibat perbuatannya, Dono didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.