REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI akan menyelesaikan pembahasan substansi dari rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) pada Sabtu (2/4/2022) besok. Targetnya, seluruh proses pembahasan selesai pada 5 April mendatang.
"InsyaAllah sesuai dengan target jadwal yang sudah kita tetapkan, bisa selesai," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya usai rapat pembahasan RUU TPKS bersama pemerintah, Jumat (1/4/2022).
Ia menjelaskan, pembahasan substansi RUU TPKS bisa saja diselesaikan pada malam ini. Namun, pihaknya memperhitungkan peluang dilaksanakannya shalat Tarawih perdana yang dilakukan oleh anggota Baleg.
Besok, panitia kerja (Panja) RUU TPKS akan membahas sekira 30 daftar inventarisasi masalah (DIM). Beberapa yang akan dibahas adalah rehabilitasi pelaku, eksploitasi seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
"Ini yang perlu kita diskusikan lebih lanjut dan untuk materi pembahasan Panja besok serta pembahasan DIM," ujar Willy.
Di samping itu, ia membenarkan bahwa pemaksaan hubungan seksual tak akan masuk dalam RUU tersebut. Alasannya, hal tersebut sudah termaktub dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Emang tidak masuk ya (pemaksaan hubungan seksual atau perkosaan) dan pihak pemerintah juga tidak memasukkan itu ya, tentu kita DPR tidak boleh memasukan norma baru sebenarnya. Ya kita kalo secara standing position DPR kan harus mempertahankan apa yang menjadi materi muatan usulan mereka," ujar Willy.
Daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TPKS dari pemerintah berjumlah 588, terdiri dari 167 pasal tetap, 68 redaksional, 31 reposisi, 202 substansi, dan 120 substansi baru. Keseluruhan DIM ini terangkum di dalam 12 bab dan 81 pasal.
Dalam draf RUU dari DPR, memuat lima jenis kekerasan, yakni pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, dan penyiksaan seksual. Adapun pemerintah menambahkan pasal perbudakan seksual dan perkawinan paksa.