REPUBLIKA.CO.ID, KUDUS -- Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendesak pemerintah segera menghabiskan stok gula konsumsi impor sebelum musim giling tahun 2022 dimulai. Tujuannya guna menjaga stabilitas harga gula petani.
"Jika stok gula konsumsi impor dihabiskan sebelum musim giling tebu, setidaknya tidak terjadi rembesan gula impor di pasaran. Sebab, rembesan gula impor selama ini merusak harga gula petani," kata Sekjen DPN APTRI M Nur Khabsyin, di Kudus, Ahad (3/4/2022).
Selain itu, DPN APTRI juga mendesak pemerintah untuk menugaskan importir gula agar membeli gula petani pada musim giling tahun 2022 agar harga gula petani tetap terjaga. DPN APTRI juga menyampaikan usulan kepada pemerintah agar menaikkan besaran harga pokok pembelian (HPP) gula petani menjadi Rp 12.000 per kilogram saat rapat konsultasi dengan Kementerian Perdagangan pada akhir Maret 2022.
Pasalnya, kata dia, HPP saat ini sebesar Rp 9.100/kg tidak menguntungkan petani dan jauh di bawah biaya pokok produksi (BPP). Tingginya biaya pokok produksi tersebut terjadi mengingat adanya kenaikan ongkos pengolahan lahan, upah tenaga kerja, tebang angkut, biaya irigasi, pestisida hingga beban biaya pupuk. Sedangkan pupuk yang digunakan petani tebu selain bersubsidi juga menggunakan pupuk nonsubsidi seiring pembatasan jatah pupuk subsidi.
"HPP gula petani idealnya harus di atas BPP agar petani tebu tetap bisa merasakan keuntungan," ujarnya.
Usulan HPP gula petani sebesar Rp 12.000/kg tersebut dianggap masih wajar agar petani mendapatkan keuntungan yang memadai dari usaha tani tebu selama satu tahun. HPP tersebut juga dianggap tidak memberatkan konsumen.
Usulan lain yang diajukan kepada pemerintah, yakni terkait penghapusan ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula. Khabsyin menambahkan dalam rapat tersebut, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyambut baik aspirasi dari DPN APTRI. Pemerintah juga akan menindaklanjuti usulan tersebut dalam penetapan HPP gula tani sebelum musim giling mendatang.