REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR RI mempertimbangkan akan merevisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang-Undang Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menilai langkah revisi tersebut penting untuk segera dilakukan.
"Dari sini kita melihat juga komisi IX bagaimana sebenarnya sudah sangat urgent kita melakukan revisi atau melihat kembali undang-undang soal praktek kedokteran dan undang undang soal pendidikan kedokteran seperti apa," kata Nihayatul usai rapat kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (4/4/2022) malam.
Politikus PKB mengatakan Komisi IX DPR masih akan mencoba menggali lagi kekurangan dari dua undang-undang tersebut. Selain itu, Nihayatul menilai penting juga bagi Komisi IX untuk mencari tahu terkait apa saja yang harus dilakukan untuk menyempurnakan undang-undang tersebut.
"Sekadar menginformasikan untuk Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran ini sedang berproses di Baleg," ujarnya.
Ketua Komisi IX DPR, Felly Estelita Runtuwene juga menilai UU Praktik Kedokteran dan UU Pendidikan Kedokteran memang perlu untuk dilakukan revisi. Alasannya di dalam penjelasan umum UU Praktik Kedokteran bahwa dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus menaati ketentuan kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmu kedokteran/kedokteran gigi.
"Pertanyaannya untuk IDI apakah IDI layak disebut sebagai organisasi profesi? Syarat keangotannya hanya mereka memiliki ijazah dokter tanpa harus berpraktik sebagai dokter, berbeda dengan keanggotaan Peradi, anggota IDI banyak yang tidak berprofesi sebagai dokter praktik tapi dapat mengurus anggota IDI yang berpraktik kedokteran," terangnya.
Awalnya Komisi IX ingin memasukan rekomendasinya tersebut ke dalam kesimpulan rapat. Namun akhirnya anggota dewan sepakat bahwa hal tersebut tidak perlu dicantumkan dalam kesimpulan.
"PB IDI ini yang penting tahu bahwa kita punya hak konstitusional mereka, karena itu selesaikan masalah di sana (persoalan dengan dokter Terawan) kalau nggak kami ubah ini, dan nggak perlu lapor sama bapak nggak ada urusannya. Bapak mau ikut ubah undang-undang jadi anggota DPR," kata Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay.
"Karena itu nggak usah masuk (kesimpulan) bu ketua, kalau mau ubah udang-undang kita aja yang bahas," imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menilai semangat untuk merevisi UU Pendidikan Kedokteran dan UU Praktik Kedokteran sudah terlihat dalam rapat tersebut. Dirinya mengingatkan apabila IDI tidak bisa menyelesaikan persoalannya dengan Terawan maka Komisi IX berkewajiban menjalankan aspirasi masyarakat untuk merevisi dua undang-undang tersebut.
Menanggapi itu Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi, menilai wacana revisi UU Pendidikan Kedokteran dan UU Praktik Kedokteran merupakan keniscayaan terlepas dari ramainya isu pemberhentian dokter Terawan. IDI juga memahami bahwa DPR memiliki kewenangan untuk merevisi undang-undang.
"Tentunya itu kewenangan sebagai hak inisiasi DPR tapi tentunya kita berharap ada hal-hal yang tentunya melibatkan organisasi profesi di dalam pembuatan undang undang. Karena ini berkaitan dengan praktik kedokteran di situ ada komponen organisasi profesi IDI ada PDGI Perhimpuan Dokter Gigi Indonesia," jelasnya.