Ahad 17 Apr 2022 08:00 WIB

Mikroba Ini Menyerap Metana dan Mengubahnya Menjadi Listrik

Gas metana 25 kali lebih efektif dalam memerangkap panas daripada karbon dioksida.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani / Red: Dwi Murdaningsih
Foto file, asap dan uap naik dari pabrik pengolahan batu bara. Pengolahan batu bara menghasilkan gas metana yang berdampak pada perubahan iklim.
Foto: AP/Olivia Zhang
Foto file, asap dan uap naik dari pabrik pengolahan batu bara. Pengolahan batu bara menghasilkan gas metana yang berdampak pada perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, NIJMEGEN -- Gas metana seperti penjahat yang diam-diam dapat menyeret kita semakin dalam ke dalam krisis iklim. Di atmosfer Bumi, gas metana 25 kali lebih efektif dalam memerangkap panas daripada karbon dioksida.

Dalam upaya untuk menyerap metana, peneliti di Belanda telah menjelajahi bentuk pembangkit listrik yang agak tidak konvensional. Pembangkit listrik ini menggunakan mikroba.

Baca Juga

“Ini bisa sangat berguna untuk sektor energi,” kata ahli mikrobiologi Universitas Radboud Cornelia Welte, dilansir dari Sciencealert, Ahad (17/4/2022).

“Dalam instalasi biogas saat ini, metana dihasilkan oleh mikroorganisme dan kemudian dibakar, yang menggerakkan turbin, sehingga menghasilkan energi. Kurang dari setengah biogas diubah menjadi tenaga dan ini adalah kapasitas maksimum yang dapat dicapai. Kami ingin mengevaluasi apakah kami bisa lebih baik menggunakan mikroorganisme,” ujarnya.

Fokus penyelidikan mereka adalah jenis Archaea, mikroba mirip bakteri yang dikenal karena bisa  bertahan hidup di bawah kondisi yang aneh dan keras. Mikroba ini juga mampu memecah metana di lingkungan yang kekurangan oksigen.

Mikroba yang dikenal sebagai anaerobic methanotrophic (ANME) archaea, menggunakan trik metabolisme ini dengan melepaskan elektron dalam rantai reaksi elektrokimia.

Pada tahun 2006, ANME genus Methanoperedens ditemukan mengoksidasi metana dengan sedikit bantuan dari nitrat. Namun, Methanoperedens bukanlah mikroba yang cocok untuk budidaya yang mudah.

Jadi Welte dan rekan-rekan penelitinya mengumpulkan sampel mikroba yang mereka ketahui didominasi oleh Archaea penyedot metana ini. Tim ilmuwan kemudian menumbuhkannya di lingkungan yang kekurangan oksigen di mana metana adalah satu-satunya donor elektron.

Di dekat koloni mikroba ini, mereka juga menempatkan anoda logam yang disetel pada tegangan nol, yang secara efektif menciptakan sel elektrokimia yang siap menghasilkan arus.

“Kami membuat semacam baterai dengan dua terminal, di mana salah satunya adalah terminal biologis dan yang lainnya adalah terminal kimia,” kata ahli mikrobiologi Heleen Ouboter, juga dari Universitas Radboud.

“Kami menumbuhkan bakteri di salah satu elektroda, di mana bakteri menyumbangkan elektron yang dihasilkan dari konversi metana,” ujarnya.

Setelah menganalisis konversi metana menjadi karbon dioksida dan mengukur arus berfluktuasi yang melonjak setinggi 274 miliampere per sentimeter persegi, tim menyimpulkan lebih dari sepertiga arus dapat dikaitkan langsung dengan penguraian metana.

Sejauh efisiensi berjalan, 31 persen energi dalam metana telah berubah menjadi tenaga listrik. Kinerja ini membuatnya agak sebanding dengan beberapa pembangkit listrik.

Ilmuwan kini membutuhkan eksplorasi lebih lanjut untuk bisa menghasilkan baterai hidup yang sangat efisien yang menggunakan biogas. Hal ini penting sebab beberapa pembangkit listrik metana hampir tidak mengelola efisiensi sekitar 30 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement