REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden pejawat Prancis Emmanuel Macron dengan mudah mengalahkan saingan dari kelompok sayap kanan Marine Le Pen pada Ahad (24/4/2022). Pendukungnya bersorak gembira saat hasil penghitungan suara muncul di layar raksasa di taman Champ de Mars dekat menara Eiffel.
"Banyak orang di negara ini memilih saya bukan karena mereka mendukung ide-ide saya, tetapi untuk menghindari ide-ide sayap kanan. Saya ingin berterima kasih kepada mereka dan tahu bahwa saya berutang budi kepada mereka di tahun-tahun mendatang," kata Macron.
"Tidak seorang pun di Prancis akan ditinggalkan di pinggir jalan," katanya dalam pesan yang telah disebarkan oleh para menteri senior yang berkeliling di stasiun televisi Prancis.
Le Pen dalam beberapa kesempatan telah membuntuti Macron hanya dengan beberapa poin di belakang dalam jajak pendapat. Dia pun dengan cepat mengakui kekalahan, tetapi bersumpah untuk terus berjuang dengan pemilihan parlemen pada Juni.
"Saya tidak akan pernah meninggalkan Prancis," katanya kepada para pendukung yang meneriakkan "Marine! Marine!"
Selama kampanye, Le Pen memperhatikan kenaikan biaya hidup dengan gaya Macron yang terkadang kasar sebagai beberapa titik terlemahnya. Calon presiden perempuan itu menjanjikan pemotongan tajam untuk pajak bahan bakar, pajak penjualan nol persen untuk barang-barang penting dari pasta hingga popok, pembebasan pendapatan untuk pekerja muda, dan sikap French first pada pekerjaan dan kesejahteraan.
"Saya terkejut melihat bahwa mayoritas orang Prancis ingin memilih kembali seorang presiden yang memandang rendah mereka selama lima tahun," kata manajer proyek berusia 27 tahun Adrien Caligiuri di rapat umum Le Pen.
Kekecewaan terhadap Macron tercermin dalam tingkat abstain yang diperkirakan akan mencapai di sekitar 28 persen. Jumlah tersebut menjadi yang tertinggi sejak 1969.