REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dan kebijakan publik, Arif Nurul Iman, mengatakan saat ini para bakal calon presiden (Capres) mulai gencar melakukan kerja untuk "mencuri perhatian dan simpati rakyat". Menurutnya, salah satu yang perlu diperhatikan dan dipetakan adalah bagaimana komitmen dan tawaran solusi dari para capres terkait persoalan krisis pangan serta energi.
Arif mengatakan, persoalan soal pangan dan energi menjadi tantangan bangsa Indonesia yang perlu segera dibenahi. Permasalah tersebut sejatinya menjadi persoalan fundamental lantaran jika gagal mengantisipasi maka akan berujung pada bencana kelaparan dan kelangkaan energi.
"Gejala dan arah menuju krisis demikian belakangan kian nyata, sehingga perlu antisipasi yang bersifat komprehensif. Bukan saja sekadar membangun kesadaran masyarakat semata, melainkan juga sangat butuh sekali terobosan kebijakan dari pemimpin tertinggi dari negeri tercinta ini," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (26/4/2022).
Arif melanjutkan, jika melihat survei beberapa waktu terakhir, sudah ada beberapa nama yang potensial maju di Pilpres mendatang. "Oleh sebab itu, terkait dengan isu ini kita perlu membedah pemikiran selama ini yang dilontarkan para tokoh tersebut," ucapnya.
Arif melanjutkan, lontaran dan komitmen tersebut menjadi penting karena dari inilah publik bisa menilai sejauhmana komitmen dan kemampuan menawarkan cetak biru mengatasi persoalan krisis energi dan pangan. "Tanpa melakukan metode demikian, tentu saja kita seperti membeli kucing dalam karung yang terkadang hanya terpukau karena gimmick politik belaka," katanya.
Menurutnya, diantara beberapa nama yang disebut bakal maju di Pilpres, Prabowo Subianto adalah tokoh yang telah memiliki perhatian dan solusi terkait masalah energi dan pangan. "Paling tidak, tolak ukur paling empiris melalui karya buku Kembalikan Indonesia! Haluan Baru Keluar dari Kemelut Bangsa yang diterbitkan tahun 2004," katanya.
Dalam buku tersebut, Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan itu menyampaikan mengenai persoalan pentingnya kemandirian pangan dan energi yang kemudian menjadi tawaran kampanye di 2009, 2014, dan 2019. Ia menilai, meski belum mendapat dukungan massif, namun ide dan gagasan ini masih relevan hingga kini.
"Perkembangan geopolitik belakangan ini juga kian mencemaskan, apalagi setelah meletusnya perang Rusia versus Ukraina. Betapa tidak, Rusia dan Ukrania adalah negara penghasil pangan dan energi. Dampak serangan Rusia ke Ukraina bulan Februari 2022 lalu telah memicu peningkatan harga-harga pangan dan energi dunia," jelasnya.
Ia melanjutkan, dampak bagi Indonesia adalah keputusan pemerintah yang terpaksa menaikkan harga BBM jenis Pertamax. Selain itu, perang Rusia dan Ukraina juga mengancam import gandum Indonesia dari Ukraina.
"Padahal, kenaikan harga pangan dan BBM akan memicu tsunami inflasi yang akan sangat memukul daya beli masyarakat Indonesia. Oleh karenanya, kemandirian pangan dan energi mutlak diperlukan sehingga tak memiliki atau sekurang-kurangnya menurunkan ketergantungan impor," jelasnya.