Jumat 29 Apr 2022 10:15 WIB

Diperkirakan April-Mei Ini Ada 50 Juta Dosis Vaksin Kedaluarsa

Lebislator minta, Kemenkes untuk tegas menghindari penggunaan vaksin kedaluarsa.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperhatikan masa kedaluarsa vaksin.
Foto: DPR RI
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay meminta, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperhatikan masa kedaluarsa vaksin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulat, meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperhatikan masa kedaluarsa vaksin. Pasalnya, dalam rapat terakhir dengan kemenkes, biofarma, dan BPOM pekan lalu, dilaporkan adanya 19,3 juta dosis vaksin yang sudah kedaluarsa. Diperkirakan bahwa pada bulan April dan awal Mei, vaksin kedaluarsa bisa mencapai 50 juta dosis, bahkan lebih.

"Anehnya, vaksin kedaluarsa itu diperiksa kembali oleh BPOM. Lalu, diperpanjang masa waktu berlakunya. Yang semestinya sudah kedaluarsa, ada yang diperpanjang dan diperbolehkan untuk disuntikkan lagi," kata Saleh dalam keterangan tertulisnya, Jumat (29/4).

Dia menambahkan, komisi IX banyak yang mempertanyakan hal tersebut. Sebab, kalau memang bisa diperpanjang, mengapa ada masa kedaluarsa.

"Dengan perpanjabgan itu, definisi kedaluarsa (expired date) menjadi kabur dan tidak jelas?," ucapnya 

Ketua Fraksi PAN DPR RI itu meminta, Kementerian Kesehatan untuk tegas menghindari penggunaan vaksin yang sudah kadaluarsa. Harus dipastikan bahwa vaksin yang diberikan ke masyarakat adalah vaksin terbaik dan sesuai ketentuan. 

Dia juga meminta, Kementerian Kesehatan agar selektif dalam menerima hibah dan membeli vaksin. Penerimaan hibah dan pembelian vaksin pasti menggunakan APBN yang membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. 

Saleh mengungkapkan, sampai sejauh ini, biaya pembelian vaksin sudah mencapai lebih dari Rp 32 Triliun. Angka ini belum termasuk biaya handling dan distribusi vaksin hibah. Kalau ada yang kadaluarsa dan tidak terpakai, menurutnya, maka akan ada kerugian negara yang cukup besar.

"Kemenkes mau tidak mau harus selektif. Selain untuk menghindari kedaluarsa, Kemenkes juga harus memilih dan membeli vaksin halal. Pengadaan vaksin halal ini adalah amanat dari putusan judicial review di MA," ucapnya.

Menurutnya, kalau mau menerima vaksin hibah, maka Kemenkes harus memastikan dulu bahwa masa kadaluarsanya masih lama dan vaksinnya halal. Kalau mau beli, dipastikan halal dan dipilih yang masa kadaluarsanya lama. 

"Dengan begitu, kebutuhan pada vaksin halal terpenuhi dan waktu untuk menyuntikkannya cukup. Tentu semua itu harus didasarkan pada ketentuan pelaksanaan vaksinasi sebagaimana diarahkan oleh para ahli epidemolog dan ITAGI," tuturnya.

"Karena ada putusan MA, sudah semestinya kemenkes tidak menerima hibah vaksin non-halal. Harus tegas dan cepat mengadakan vaksin halal," imbuhnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement