REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Umat Islam di seluruh dunia merayakan Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Tahun ini, baik Ramadhan maupun Idul Fitri, dilewati dengan optimistis tinggi segera berakhirnya pandemi Covid-19 yang sudah melanda dua tahun terakhir.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir mengatakan, tahun in semua berharap menjadi ujung cerita dari musibah pandemi. Sekalipun, ia mengingatkan, sebagai kondisi yang ditetapkan pandemi, Covid-19 tidak bisa selesai tuntas.
Ia mengajak kaum Muslimin menjadikan Idul Fitri sebagai sebuah wahana dan proses pembentukan ruhani yang semakin meningkat, berkualitas dan mendalam. Sehingga, setelah sebulan penuh puasa kita mampu menjadi insan-insan yang bertaqwa.
Tidak cuma relasi kepada Allah, kata Haedar, tapi melahirkan insan-insan yang bisa menahan diri dari berbagai macam godaan hidup. Ia berpendapat, kemampuan itu merupakan satu modal ruhani yang penting dalam menjalankan kehidupan.
Haedar berpesan, walau manusia membutuhkan dunia, kita hidup dengan segala keperluannya, tapi tetap tidak boleh larut dan termakan dunia. Tidak boleh pula malah kehadiran manusia menyalahgunakan semesta ini demi kepentingan kita.
"Sebab, korupsi, eksploitasi alam, bermula dari kegagalan kita mengendalikan hawa nafsu. Jadi, mudah-mudahan seluruh warga dan elit bangsa menjadi insan yang pandai mengendalikan diri," kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Senin (2/5/2022).
Selain Idul Fitri, perjalanan sebulan penuh menjalani puasa Ramadhan tidak boleh berlalu tanpa arti. Puasa, lanjut Haedar, harus mampu melahirkan keadaban publik menebar hal-hal konstruktif dalam kehidupan, menjadi orang-orang yang dewasa.
Haedar meyakini, puasa merupakan satu sarana dan wahana yang sangat tepat untuk menimbulkan keadaban publik. Terlebih, survei demi survei terus tunjukkan kalau masyarakat Indonesia termasuk yang tingkat kesopanannya rendah di media sosial.
Maka itu, ia menekankan, menjalani puasa sebulan penuh selama Ramadhan harus mampu melahirkan kesalehan sosial untuk peduli terhadap sesama. Generasi muda diharapkan terus membangun kerja sama tanpa diskriminasi, tanpa batas sosial.
"Sama maupun berbeda, jangan lagi jadi isu publik dan isu yang meresahkan," ujar Haedar.