REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Bepergiannya Nabi Muhammad SAW tidak terlepas dari empat macam safar (perjalanan), yakni bepergian dalam rangka hijrah, berjihad, umroh, dan haji. Rasulullah SAW pun mencontohkan adabnya tentang berpergian.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Fikih Shalat menjelaskan, jika Rasulullah SAW berkeinginan untuk berpergian, maka beliau akan mengundi istri-istrinya. Maka siapapun di antara para istri yang undiannya keluar, beliau berpergian bersamanya.
Namun demikian saat menunaikan ibadah haji, beliau pergi bersama seluruh istrinya. Dan jika berpergian, Rasulullah SAW keluar dari Madinah di pagi hari. Beliau menganjurkan para sahabatnya agar berpergian di hadi Kamis. Bahkan beliau meminta kepada Allah untuk memberkati umatnya dalam aktivitas pagi harinya.
Nabi Muhammad SAW mengutus pasukan perang atau brigade pengintai di pagi hari. Dan beliau juga memerintahkan kepada para musafir jika mereka bertiga, agar mengangkat salah satunya menjadi pemimpin safar.
Rasulullah SAW juga melarang umatnya berpergian sendirian, bahkan menceritakan bahwa seorang pengendara adalah satu setan. Jika mereka adalah dua pengendara, maka (mereka) adalah para pengendara sejati.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW selalu berdoa tiap kali bangkit dan siap untuk berangkat berpergian. Beliau berdoa, “Allahumma ilaika tawajahtu, wa bika’tashamtu, allahummakfiniy maa ahammaniy wa maa laa ahtammu bihi, allahumma zawwidniy attaqwa, waghfirliy dzanbi, wawajihniy lil-khairi aynamaa tawajjahtu,”.
Yang artinya, “Ya Allah, kepada-Mu lah aku arahkan wajahku, dengan (Dzat-Mu) aku berpegang teguh. Ya Allah, cukupkanlah aku terhadap apa saja yang menjadi keinginanku dan apa saja yang tidak menjadi perhatianku. Ya Allah, bekalilah aku dengan ketakwaan dan ampunilah dosaku serta arahkanlah aku kepada kebaikan ke mana saja aku bergerak (arah tujuan berpergianku),”.