REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Para pakar hak asasi manusia PBB pada pekan lalu mengatakan hampir 12,8 juta orang telah mengungsi di Ukraina sejak Rusia melancarkan perangnya pada akhir Februari. Namun, sebagian besar warga masih berada di Ukraina.
PBB mengeluarkan seruan untuk tindakan segera guna melindungi para pengungsi internal di Ukraina.
“Menurut perkiraan terbaru, 7,7 juta orang mengungsi akibat konflik, yang setara dengan 17,5 persen dari seluruh populasi,” kata para ahli PBB dalam pernyataan bersama.
“Orang-orang ini harus meninggalkan rumah mereka dan putus asa untuk menghindari kematian dan kehancuran. Mereka trauma dan membutuhkan perlindungan segera, termasuk dukungan psikososial.”
Badan Pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan bahwa sejak 24 Februari, ketika Rusia melancarkan perang terhadap tetangganya, 5.707.967 orang telah meninggalkan negara itu.
Lebih dari 3,1 juta dari mereka yang melarikan diri telah pergi ke Polandia dan lebih dari 854.000 ke Rumania, lebih dari setengah juta ke Hongaria, hampir setengah juta ke Moldova, dan hampir 400.000 ke Slovakia.
Dari mereka yang melarikan diri, lebih dari 714.000 telah pergi ke atau melalui Rusia.
“Konflik ini telah menyebabkan penderitaan manusia yang ekstrem, dengan ribuan warga sipil terbunuh dan terluka, dan tak terhitung lainnya hidup melalui pemboman dan kekerasan setiap hari,” kata para ahli.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan pada Kamis bahwa 3.280 warga sipil telah tewas dan 3.451 terluka sejak dimulainya perang, tetapi “angka sebenarnya jauh lebih tinggi.”
Para ahli mengatakan rumah, sekolah, rumah sakit, lembaga perawatan dan seluruh kota hancur.
306 serangan fasilitas kesehatan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa sejak 24 Februari, 306 serangan telah terjadi di fasilitas kesehatan di Ukraina yang bertentangan dengan hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia.
Ranjau dan sisa-sisa bahan peledak perang terus menimbulkan ancaman yang mengkhawatirkan bagi warga sipil, termasuk mereka yang tinggal di rumah mereka dan mereka yang melarikan diri dari konflik, kata para ahli.
“Berbagai bentuk kekerasan berbasis gender dilaporkan, seperti eksploitasi dan pelecehan seksual dan kekerasan seksual, termasuk kekerasan seksual terkait konflik,” kata mereka.
Para ahli PBB termasuk Cecilia Jimenez-Damary, pelapor khusus untuk pengungsi internal; Claudia Mahler, seorang ahli independen tentang hak asasi manusia lanjut usia; Gerard Quinn, pelapor khusus penyandang disabilitas; Michael Fakhri, pelapor khusus hak atas pangan; Reem Alsalem, pelapor khusus tentang kekerasan terhadap perempuan; dan Siobhán Mullally, pelapor khusus untuk perdagangan manusia.