REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengatakan kasus dugaan ujaran rasis yang dilakukan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK), Budi Santosa Purwokartiko, harus jadi momentum bagi Kemendikbudristek untuk mengevaluasi perguruan tinggi.
Evaluasi tersebut perlu dilakukan bila Kemendikbudristek mau membangun budaya ilmiah dan martabat di perguruan tinggi. "Sehingga kasus ITK ini harus dievaluasi secara menyeluruh karena pertama, ini sudah bisa masuk ke ranah hukum," kata Fikri kepada Republika, Ahad (8/5/2022).
Fikri menjelaskan, artinya seorang rektor sangat gegabah membuat unggahan seperti orang yang buta hukum dan tak menunjukkan pejabat publik meskipun dalam sektor pendidikan.
Kedua, sebagai seorang Guru Besar, Fikri menilai pernyataan yang disampaikan kepada khalayak mestinya mencerminkan seorang akademisi yang sangat terpelajar.
"Paling tidak berdasarkan data, atau sampel yang memadai atau bisa saja sekedar menyampaikan hasil penelitian orang lain tentang hal yang menjadi topik yang diangkat," ujarnya.
"Apalagi bila dia sadar bahwa ini disampaikan kepada khalayak luas tanpa batas karena di dunia maya, maka mesti didukung dengan metodologi yang meyakinkan," imbuhnya.
Karena itu, menyikapi sanksi pemberhentian sementara yang dilakukan Kemendikbudristek terhadap Budi Santosa, Fikri menilai seharusnya Kemendikbudristek tidak hanya memberhentikan Budi sebagai seorang reviewer, tetapi juga posisinya sebagia Rektor dan Guru Besar pun mestinya juga dievaluasi oleh Kemendikbudristek.
"Dan Kemendikbudristek juga harus terbuka atas penanganan dan penyelesaian masalah ini agar tidak membuat kegelisahan berkepanjangan dari publik," ucapnya.