REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis data pertumbuhan ekonomi RI pada Senin (9/5/2022). Tercatat ekonomi RI di kuartal I 2022 tumbuh 5,01 persen secara year to year (yoy).
Kepala Studi Ekonomi Politik LKEB UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, pertumbuhan Kuartal I 2022 hanya dinikmati oleh segelintir orang atau oligarki sementara mayoritas publik tidak menikmati pertumbuhan tersebut. "Meskipun pertumbuhan ekonomi RI di kuartal I 2022 terbilang cukup tinggi, namun penikmat terbesar pertumbuhan tersebut adalah pengusaha sawit, pengusaha batubara, pemilik infrastruktur, importir vaksin dan obat kesehatan lainnya," ujar Achmad, Senin.
Situasi ekonomi kuartal I 2022 diwarnai dengan kenaikan harga pangan, harga minyak goreng, tingginya harga komoditas ekspor seperti sawit dan batubara serta kenaikan belanja pemerintah terutama di sektor konstruksi. Hal ini dilihat dari 65,74 persen pertumbuhan ekonomi disumbang oleh sektor perdagangan, pertanian, pertambangan dan konstruksi. Sektor perdagangan dan pertanian dinikmati oleh pengusaha minyak sawit. Sektor pertambangan mayoritas dinikmati oleh pengusaha batubata dan sektor konstruksi dinikmati para BUMN konstruksi.
Sektor yang banyak melibatkan tenaga kerja yaitu industri pengolahan berkontribusi kecil yaitu 1,06 persen, meski pertumbuhannya tinggi 19,19 persen.
BPS melaporkan bahwa pengungkit tumbuhnya di industri pengolahan tumbuh di subsektor tekstil dan pakaian jadi 12,45 persen. Industri makanan minuman 3,75 persen. Jelas sektor ini bangkit sejalan dengan relaksasi pembatasan mobilitas penduduk imbas berkurangnya kasus positif COVID 19.
Sektor lain yang cukup tinggi tumbuha adalah industri kimia farmasi dan obat tradisional yang tumbuh 4,67 persen. Penikmat terbesar pertumbuhan ini adalah para importir vaksin dan obat-obatan untuk pemulihan imunitas tubuh akibat COVID-19.
Dari sisi pengeluaran, terlihat konsumsi rumah tangga masih dibawah ambang normal sebelum COVID. Pada kuartal I 2022 konsumsi rumah tangga tumbuh 4,34 persen jauh di bawah konsumsi publik yang normalnya adalah 5,0 persen. "Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat meningkat namun masih dibawah situasi normal. Disinilah Pemerintah membutuhkan daya ungkit untuk meningkatkan purchasing power dari masyarakat," ujar Achmad.
Lebih dalam lagi melihat bahwa peningkatan konsumsi rumah tangga juga tercatat di sektor tersier seperti hotel, angkutan, restoran dan sebagainya. Ini menunjukan rumah tangga yang meningkat belanja adalah kalangan atas sementara kalangan menengah ke bawah berjuang menghadapi kenaikan harga.
BPS mencatat inflasi April 2022 sebesar 3,47 persen jika dibandingkan dengan April 2021. Sementara secara year to date, inflasi tercatat 2,15 persen. Kenaikan inflasi tersebut adalah yang tertinggi sejak Januari 2017. Inflasi 2022 ini akan meningkatkan risiko kontraksi pertumbuhan ekonomi.
Ekonomi Indonesia diprediksi dibawah target pemerintah yaitu 5,03 persen di akhir tahun 2022. Karena Inflasi dan resiko kenaikan suku bunga kredit akibat perang rusia dan kenaikan FED rate menyebabkan Ekonomi Indonesia akan tumbuh mencapai maksimal 4,5-5,0 persen.