REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Match Group Inc, perusahaan induk Tinder, menggugat Google seiring upaya mencegah aplikasi kencan tersebut dihapus dari Play Store karena menolak memberikan komisi 30 persen dari penjualan.
Match mengajukan gugatan ke pengadilan federal di California dengan tuduhan Google melanggar undang-undang anti-monopoli federal dan negara bagian, dikutip dari Reuters, Selasa (10/5/2022).
"Mereka mengharapkan aktivitas seperti ini bisa dilarang. Gugatan ini adalah langkah terakhir. Kami berusaha, dalam hal yang baik, menyelesaikan masalah ini dengan Google. Tapi, mereka bersikeras dan kami tidak memiliki pilihan," kata CEO Match, Shar Dubey, menjelaskan.
Google mengenakan komisi sebesar 30 persen dari penjualan kepada pengembang aplikasi. Epic Games, pengembang gim Fortnite, dan sejumlah jaksa negara bagian juga menggugat Google dengan tuduhan antikompetisi di Play Store.
Match selama ini mendapat pengecualian dari Google soal sistem pembayaran. Google mewajibkan pengembang menggunakan sistem pembayaran dari mereka dan membayar komisi.
Mulai 1 Juni, Google akan memblokir unduhan untuk berbagai aplikasi kecuali mereka hanya menggunakan sistem pembayaran dari Google dan berbagi pendapatan. Google berpendapat Match berusaha mengelak dari kewajiban pembayaran.
"Seperti bisnis pada umumnya, kami mengenakan biaya untuk layanan kami. Dan seperti platform yang bertanggung jawab pada umumnya, kami melindungi pengguna kami dari penipuan," kata Google.
Google menyatakan sistem pembayaran mereka membantu untuk menangkal penipuan. Sebagian besar pengguna Tinder lebih suka menggunakan sistem pembayaran yang mereka tawarkan dibandingkan yang disediakan Google, menurut informasi dari berkas gugatan tersebut. Tinder menyediakan pembayaran cicilan, transfer bank dan lainnya.
Google menyatakan pengembang bisa menggunakan jalan pintas di Play Store karena mereka sudah menurunkan biaya dan memiliki program lainnya untuk isu tersebut.