Kamis 12 May 2022 22:48 WIB

Dekan FKUI: Perkembangan Hepatitis Akut 'Lambat', Namun Tetap Waspada

Laju kasus hepatitis akut berbeda dengan Covid-19 yang penularannya luar biasa.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ilham Tirta
dr Ari Fahrial Syam
dr Ari Fahrial Syam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dekan Fakuktas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ari Fahrial Syam menilai perkembangan penyakit hepatitis akut misterius 'lambat' dibandingkan dengan penularan Covid-19. Kendati demikian, penyakit ini perlu diwaspadai.

Ari mengatakan, penyakit ini dimulai di Inggris, Eropa dan secara bertahap berkembang di belasan negara dan sekarang ada 20 negara miliki kasus ini. "Bahkan, di Indonesia ada tiga kasus hepatitis akut yang dikirim ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), berkembang jadi belasan, dan terbaru kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahwa kini ada 15 kasus. Tetapi kalau saya lihat perkembangan kasusnya di dunia 'lambat'," ujarnya saat konferemsi virtual, Kamis (12/5/2022).

Baca Juga

Menurutnya, laju kasus hepatitis akut misterius berbeda dengan Covid-19 yang perkembangan kasusnya banyak dan penularannya luar biasa. Ia menjelaskan, ketika terjadi penularan Covid-19 dan ada transmisi lokal sehingga orang yang dekat dengan pasien yang terinfeksi virus ini kemudian mudah tertular.

Ini membuat perkembangan kasus Covid-19 jadi meluas dan luar biasa. Ini berbeda dengan penyebaran hepatitis akut yang belum diketahui etiologinya yang dinilai Ari lebih lambat.

"Kita tidak perlu terlalu khawatir terhadap hepatitis akut ini, tetapi tetap perlu waspada karena kita belum tahu potensi penyebarannya," kata pria yang juga dokter spesialis penyakit dalam ini.

Dia mengingatkan, potensi penularan hepatitis akut misterius ini bisa menyebabkan dampak luar biasa. Apalagi perjalanan klinis pasien hepatitis akut cukup berat. Kalau tidak ditangani dengan baik dan tidak segera diatasi maka kondisi pasien bisa fatal kemudian akhirnya meninggal dunia.

Secara umum, dia melanjutkan, adanya virus ini membuat pakar virus dan pakar mikrobiologi klinik memiliki potensi memikirkan untuk melakukan skrining dalam pendekatan mencari penyebab suatu infeksi yang baru ini. Menurutnya, ini berbeda dengan kusta, malaria, epitrosis atau  penyakit lainnya yang telah dikenal sebelumnya.

Selain itu, adanya virus ini membuat wilayah Indonesia yang luas akhirnya memiliki kemampuan untuk deteksi dan informasi hepatitis akut di pusat-pusat, baik di pusat kesehatan maupun pendidikan. Ini termasuk bagaimana Indonesia bisa mandiri mengupayakan kit sehingga cepat segera memiliki peralatan untuk mendeteksi penyakit peradangan hati ini dan segera mengetahuinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement