Jumat 13 May 2022 15:45 WIB

Beijing Kembali Work From Home demi Setop Penyebaran Covid-19

Beijing juga telah melarang layanan makan di restoran dan menutup beberapa mal.

Rep: Dwina agustin/ Red: Friska Yolandha
 Orang-orang mengantre untuk tes COVID-19 di tempat pengujian setelah pihak berwenang memerintahkan putaran ketiga dari tiga tes virus corona berturut-turut untuk penduduk di distrik Chaoyang, Beijing, Sabtu, 7 Mei 2022. Jalan-jalan di ibu kota China, Beijing terpantau sepi karena publik mengikuti saran pemerintah untuk bekerja dari rumah demi menghentikan penyebaran Covid-19, Jumat (13/5/2022).
Foto: AP/Mark Schiefelbein
Orang-orang mengantre untuk tes COVID-19 di tempat pengujian setelah pihak berwenang memerintahkan putaran ketiga dari tiga tes virus corona berturut-turut untuk penduduk di distrik Chaoyang, Beijing, Sabtu, 7 Mei 2022. Jalan-jalan di ibu kota China, Beijing terpantau sepi karena publik mengikuti saran pemerintah untuk bekerja dari rumah demi menghentikan penyebaran Covid-19, Jumat (13/5/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Jalan-jalan di ibu kota China, Beijing terpantau sepi karena publik mengikuti saran pemerintah untuk bekerja dari rumah demi menghentikan penyebaran Covid-19, Jumat (13/5/2022). Sementara pejabat di Shanghai yang telah dikunci ketat meyakini bahwa pihaknya bisa mengalahkan virus bulan ini.

Pejabat Beijing membantah desas-desus tentang tindakan penguncian seperti di Shanghai sehingga warga didesak untuk tidak panik, namun diimbau tetap di rumah saja. Pihak pemerintah kota Beijing juga mengumumkan putaran baru pengujian massal di sebagian besar kota.

Baca Juga

Sebagian besar penduduk lebih tenang pada Jumat setelah bergegas ke supermarket untuk membeli makanan dan persediaan lainnya pada malam sebelumnya. "Saya tidak begitu khawatir. Bahkan, baru-baru ini kita semua sudah bekerja dari rumah," kata pekerja sektor keuangan Leo Luo (27 tahun).

"Saya merasa tidak jauh berbeda dengan akhir-akhir ini, hanya saja mungkin sedikit lebih luas," ujarnya menambahkan.

Pihak berwenang Beijing juga telah melarang layanan makan di restoran, menutup beberapa mal, tempat hiburan dan wisata, menangguhkan bagian dari sistem bus, kereta bawah tanah dan taksi. Beijing memberlakukan penguncian pada beberapa bangunan tempat tinggal.

Pembatasan Covid-19 China terutama di kota-kota yang paling banyak terkena virus telah menempatkan ratusan juta orang di bawah berbagai tingkat pembatasan. Langkah ini mengganggu konsumsi dan manufaktur, serta mengganggu perdagangan dan rantai pasokan global.

Sementara pembatasan perjalanan di sebagian besar belahan dunia berkurang ketika negara-negara mencoba "hidup dengan COVID-19", Cina justru sebaliknya dengan mengatakan bahwa pemerintahnya "membatasi ketat" perjalanan asing yang tidak perlu oleh warganya.

Sebagian besar penerbangan internasional ke dan dari China telah dibatalkan selama dua tahun terakhir. Pengumuman oleh otoritas imigrasi belum lama ini adalah tanda yang paling jelas bahwa perjalanan tidak akan dilanjutkan dalam waktu dekat.

Turis dan pelajar China telah menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi banyak ekonomi di seluruh dunia sebelum Covid-19 muncul di kota Wuhan pada akhir 2019. China dengan tegas menolak kritik terhadap kebijakan "nol-COVID" tanpa kompromi.

Pemerintah Xi Jinping mengatakan, bahwa menyelamatkan nyawa sepadan dengan biaya jangka pendek yang sangat besar yang ditimbulkannya. Sehingga aktivitas itu akan dilanjutkan secara bertahap setelah wabah diberantas.

"Mereka yang menyalahkan strategi dinamis nol-COVID China tidak berpandangan sempit," kata tabloid nasionalis yang didukung negara, Global Times, dalam sebuah editorial.

"Beberapa dari mereka hanya mencoba untuk mencoreng, merendahkan, dan melemahkan China. Siapa pun yang bertaruh bahwa China berisiko mengalami resesi yang ditimbulkan sendiri akan menanggung konsekuensi dari kesalahan mereka," tambah editorial itu.

Sementara itu di Shanghai, para pejabatnya mengatakan kegiatan ekonomi secara bertahap akan dibuka kembali. Shanghai telah mengalami penguncian hampir selama enam pekan.

Banyak pabrik beroperasi dalam sistem "loop tertutup" dengan pekerja yang tinggal di lokasi. Lebih dari 9.000 perusahaan skala besar di Shanghai sekarang beroperasi dengan kapasitas hampir 50 persen.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement