REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) harus mengusung tokoh yang memiliki elektabilitas tinggi, jika ingin memenangkan kontestasi capres cawapres pada Pemilu 2024. Selain itu, mereka juga harus bekerja keras karena waktu menuju pemilu yang begitu singkat.
"Kalau koalisi Indonesia Bersatu memang dibentuk untuk memenangkan Pemilu, maka dengan masa kampanye yang sangat singkat di 2024 yang kemungkinan hanya 75 hari, mau tidak mau mereka harus memilih tokoh yang mempunyai elektabilitas tinggi," kata Peneliti sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKopi Kunto Adi Wibowo, Senin (23/5).
Adi menjelaskan, jika yang maju menjadi calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) adalah salah satu dari ketua umum partai koalisi, maka akan sangat susah untuk mengejar ketertinggalan elektabilitas dalam 75 hari itu. Karena, elektabilitas mereka kata Adi, hanya 10 persen atau sekitar dua digit.
"Jadi, menurut saya para pimpinan parpol mau tidak mau harus merelakan untuk posisi capres cawapres diisi oleh mereka yang elektabilitasnya sudah tinggi," kata dia.
Namun tambahnya, jika KIB dibentuk untuk memuaskan ambisi personal para ketum yang ingin menjadi capres-cawapres, maka ceritanya akan berbeda. Sebelum lebih jauh, kata dia, para ketua umum (ketum) partai koalisi harus mengklarifikasi tujuan dibentuknya KIB terlebih dahulu.
"Jadi saya pikir tujuannya dulu yang harus diklarifikasi oleh para ketum partai yang menjadi anggota Koalisi Indonesia Bersatu ini, baru kita bisa berbicara tentang langkah-langkah dan prioritas yang harus diambil koalisi tersebut," ujarnya.
Koalisi Indonesia Bersatu merupakan gabungan dari Partai Golkar, PAN, dan PPP yang bekerja sama menyambut Pemilu 2024. Mereka belum memutuskan siapa sosok yang akan diusung nanti, mereka hanya menyebutkan bahwa sosok itu bisa ketum partai bisa juga dari eksternal. Tetapi Partai Golkar sendiri sudah memutuskan akan mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto sebagai capres.