Rabu 25 May 2022 02:34 WIB

Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Mulai Kunjungan ke China

Pertemuan Menlu China dan PBB diharapkan mengklarifikasi isu yang salah terkait HAM.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, kedua kanan, bertemu dengan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet, kiri, di Guangzhou, Provinsi Guangdong China selatan pada Senin, 23 Mei 2022. China menentang “mempolitisasi” hak asasi manusia dan menerapkan standar ganda, menteri luar negerinya mengatakan dalam komentar pada awal kunjungan oleh seorang pejabat tinggi PBB yang berfokus pada tuduhan pelanggaran terhadap minoritas Muslim di wilayah barat laut Xinjiang.
Foto: Deng Hua/Xinhua via AP
Dalam foto yang dirilis oleh Kantor Berita Xinhua, Menteri Luar Negeri China Wang Yi, kedua kanan, bertemu dengan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet, kiri, di Guangzhou, Provinsi Guangdong China selatan pada Senin, 23 Mei 2022. China menentang “mempolitisasi” hak asasi manusia dan menerapkan standar ganda, menteri luar negerinya mengatakan dalam komentar pada awal kunjungan oleh seorang pejabat tinggi PBB yang berfokus pada tuduhan pelanggaran terhadap minoritas Muslim di wilayah barat laut Xinjiang.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet telah memulai kunjungan hari pertamanya di China, Senin (23/5/2022). Dia terlebih dulu melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Wang Yi di Guangzhou.

Dalam pertemuan itu, Wang mengatakan, dia berharap kunjungan Bachelet dapat membantu meningkatkan pemahaman dan kerja sama serta mengklarifikasi informasi yang keliru terkait situasi HAM di China. “Untuk memajukan tujuan internasional HAM, pertama-tama kita harus saling menghormati dan menahan diri dari mempolitisasi HAM,” kata Wang, seperti dikutip dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China, dilaporkan Xinhua.

Baca Juga

Menurut Kemenlu China, Bachelet pun menyampaikan harapan bahwa kunjungan enam harinya ke sana dapat meningkatkan rasa saling percaya dan pengertian antara para pihak. Selain itu, kunjungan itu diharapkan memajukan perjuangan HAM internasional. Bachelet dijadwalkan mengunjungi Provinsi Xinjiang pada Selasa (24/5/2022). 

Pekan lalu, Amerika Serikat (AS) telah melontarkan keprihatinannya atas kunjungan Bachelet ke Cina. “Kebisuan komisaris tinggi (HAM PBB) yang terus-menerus dalam menghadapi bukti tak terbantahkan tentang kekejaman di Xinjiang dan pelanggaran HAM lainnya serta pelanggaran di seluruh China, itu sangat memprihatinkan,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price pada 20 Mei lalu.

Price mengungkapkan, AS skeptis China akan memberikan akses yang diperlukan Bachelet untuk menilai situasi HAM di sana. “AS tetap sangat prihatin dengan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan otoritas China terhadap warga Uighur, yang mayoritas Muslim, dan anggota kelompok etnis serta agama minoritas lainnya di Xinjiang,” ucapnya.

Pada Februari lalu, Wang Yi mengatakan, China mengizinkan dan mempersilakan Bachelet mengunjungi negara tersebut. Namun dia memperingatkan, jika ada hal yang ingin diselidiki, asas praduga tak bersalah tetap harus dikedepankan. “(China) menolak semua jenis bias, prasangka, dan tuduhan yang tidak beralasan,” ujar Wang pada 19 Februari lalu.

China telah konsisten membantah laporan yang menyebut ada pelanggaran HAM sistematis di Xinjiang, termasuk penahanan lebih dari satu juta masyarakat Uighur. Namun Beijing tak menampik tentang adanya pusat-pusat pendidikan vokasi di sana. 

Pusat itu sengaja didirikan untuk memberi pelatihan keterampilan dan keahlian kepada warga Uighur dan etnis minoritas lainnya. Dengan demikian, mereka dapat bekerja dan angka pengangguran di Xinjiang dapat berkurang. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement