REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi untuk mengawali kunjungan di China pada Senin (23/5/2022). Menurut keterangan PBB, Bachelet meminta langsung kepada Wang untuk melakukan pertemuan dengan berbagai pihak dalam kunjungan tersebut.
"Banyak orang yang berbeda selama kunjungan saya, terutama dengan pejabat pemerintah, pemimpin bisnis, akademisi, mahasiswa dan anggota masyarakat sipil yang bekerja pada HAM dan masalah sosial dan ekonomi lainnya," ujar Bachelet dalam keterangan pada Selasa (24/5/2022).
Pertemuan keduanya terjadi di selatan kota Guangzhou, kemudian Bachelet akan melakukan perjalanan ke Kashgar, berhenti di Jalur Sutra, dan Urumqi ibu kota Xinjiang. PBB dan China melarang media asing untuk menemani Bachelet dan tidak jelas siapa yang akan ditemui dan berapa banyak akses yang akan diberikan selama kunjungannya.
"Sementara kita akan membahas isu-isu sensitif dan penting, saya berharap ini akan membantu kita membangun kepercayaan dan memungkinkan kita untuk bekerja sama dalam memajukan HAM di China dan secara global," kata Bachelet.
Sedangkan menurut Kementerian Luar Negeri China menyatakan, Wang mencatat bahwa untuk memajukan tujuan internasional HAM, hal pertama yang perlu dilakukan dengan harus saling menghormati dan menahan diri dari mempolitisasi HAM. "Lembaga hak asasi manusia multilateral harus berfungsi sebagai tempat utama untuk kerja sama dan dialog daripada medan perang baru untuk perpecahan dan konfrontasi,” kata keterangan itu.
Kunjungannya selama enam hari itu untuk mencari fakta difokuskan pada tuduhan pelanggaran terhadap minoritas Muslim di wilayah barat laut Xinjiang. China dilaporkan telah menahan sekitar satu juta atau lebih etnis Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya sebagai tindakan untuk melenyapkan identitas budaya mereka yang berbeda.
China mengatakan tidak ada yang disembunyikan dan menyambut semua orang tanpa bias politik untuk mengunjungi Xinjiang. Mereka dapat melihat tindakan yang berhasil untuk memerangi terorisme dan memulihkan ketertiban dan kohesi etnis.
Tapi, Partai Komunis China yang berkuasa tidak mengizinkan oposisi politik dan secara ketat membatasi kebebasan berbicara, bersama dengan hak untuk berkumpul, dan ekspresi keagamaan. China juga merupakan salah satu dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memiliki hak veto dan telah menandatangani tetapi tidak meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang dikelola oleh kantor Bachelet.