REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meragukan klaim Korea Utara tentang kemajuan dalam perang melawan wabah Covid-19. Badan kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini meyakini situasinya semakin buruk, bukan lebih baik, di tengah tidak adanya data independen.
"Kami berasumsi situasinya semakin buruk, bukan lebih baik," kata kepala kedaruratan WHO Michael Ryan pada Rabu (1/6/2022).
Media pemerintah Korea Utara KCNA mengatakan, gelombang Covid-19 telah mereda, setelah jumlah harian orang yang demam mencapai 390.000 sekitar dua minggu lalu. Pyongyang tidak pernah secara langsung mengkonfirmasi berapa banyak orang yang dites positif terkena virus korona, tetapi para ahli menduga bahwa angka-angka yang dirilis melalui media yang dikendalikan pemerintah tidak dilaporkan, sehingga sulit untuk menilai skala situasi.
Ryan mengatakan, WHO tidak memiliki akses ke informasi istimewa apa pun di luar jumlah yang dilaporkan secara publik oleh media pemerintah. "Kami memiliki masalah nyata dalam mendapatkan akses ke data mentah dan situasi aktual di lapangan," katanya.
Menurut Ryan, WHO bekerja dengan negara tetangga seperti Korea Selatan dan Cina untuk mencoba mendapatkan gambaran yang lebih baik. WHO telah menawarkan bantuan kepada Pyongyang dalam beberapa kesempatan, termasuk vaksin dan pasokan.
KCNA menyatakan, Korea Utara melaporkan 96.610 orang menunjukkan demam di tengah penguncian nasional yang bertujuan untuk menahan wabah Covid-19 pertama yang dikonfirmasi di negara itu. Namun, media tersebut tidak menyebutkan adanya kematian baru.
Laporan KCNA mengatakan, provinsi-provinsi mengintensifkan kampanye anti-epidemi, termasuk memberlakukan beberapa penguncian dan blokade pantai, meningkatkan produksi obat-obatan dan pasokan medis, serta melakukan pekerjaan disinfeksi. Meski pekerjaan utama seperti bertani terus berlanjut.
Perdana Menteri Korea Utara Kim Tok-hun memeriksa sepasang pabrik farmasi, di tengah dorongan untuk menempatkan industri obat negara itu pada tingkat baru yang lebih tinggi, termasuk memenuhi standar internasional.
"Produksi dan pasokan obat yang cukup menjadi prasyarat untuk melindungi kehidupan dan kesehatan masyarakat dalam kampanye anti-epidemi yang ketat saat ini," ujar KCNA melaporkan.