REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam dokumen Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2021 menyebutkan bahwa penetapan dan penyaluran bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Program Sembako alias Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak sesuai ketentuan sebesar Rp 6,93 triliun. Temuan ini muncul karena Kemensos menyalurkan ketiga program bansos tersebut kepada:
- Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH dan Sembako/BPNT serta BST yang tidak ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Oktober 2020 dan usulan pemda melalui aplikasi Sistem Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG).
- KPM yang bermasalah di tahun 2020 namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos di Tahun 2021.
- KPM dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) invalid.
- KPM yang sudah dinonaktifkan.
- KPM yang dilaporkan meninggal.
- KPM bansos ganda.
"Akibatnya, penyaluran bansos PKH, Sembako/BPNT, dan BST terindikasi tidak tepat sasaran sebesar Rp 6,93 triliun," kata BPK dalam dokumen yang diteken Ketua BPK Agung Firman Sampurna pada Maret 2022 itu.
Pada Senin (6/6/2022), Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini saat rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, memberikan jawaban atas temuan BPK itu. Menurut Risma, temuan itu muncul karena BPK mengacu pada data lama sebelum perbaikan.
Risma menjelaskan, temuan BPK tersebut mengacu pada data warga miskin atau yang dikenal dengan nama Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) per Oktober 2020. Sedangkan DTKS diperbaiki mulai Desember 2020, tepat setelah Risma diangkat menjadi Mensos, dengan cara memadankan nama warga miskin dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
"Kami baru bisa menyelesaikan (perbaikan DTKS) pemadanan NIK itu pada bulan April 2021. Karena itu, BPK menemukan angka Rp 6,9 triliun (bansos tidak tepat sasaran)," ujar Risma.
Risma menambahkan, temuan tersebut muncul dalam laporan BPK juga karena pihaknya tak diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan. "Biasanya kalau ada temuan BPK, kami memberikan jawaban terlebih dahulu. Ini kami belum berikan jawaban, tapi laporannya sudah keluar," kata politisi PDIP itu.
Setelah laporan itu muncul, lanjut dia, barulah BPK meminta Kemensos memberikan jawaban atau penjelasan, dalam kurun waktu empat hari. Risma mengaku sudah menyerahkan dokumen jawaban kepada BPK, yang isinya menunjukkan bahwa bansos Rp 6,9 triliun itu benar-benar disalurkan dan ada penerimanya.
"Sudah kita cek juga bersama BPK ke lapangan di Jabodetabek dan itu semua clear," kata Risma.
Kemensos pun, kata Risma, selanjutnya mendapatkan opini laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. "Kami mendapatkan WTP karena kami bisa menjawab semua temuan BPK," ujar eks Wali Kota Surabaya itu.
Ia juga merespons soal temuan Rp 1, 11 triliun dana bansos tidak terpakai yang belum dikembalikan ke kas negara. Risma menegaskan, dana tersebut sudah disetorkan ke kas negara.
"Rp 1,1 triliun itu semua sudah disetor ke kas negara. Jadi temuan itu adalah uang yang di bank, yang seharusnya kalau tidak salur dikembalikan ke kas negara," kata Risma.
Risma mengaku menagih pihak bank untuk mengembalikan dana tersebut ke kas negara setelah laporan BPK muncul. "Kami juga senang kalau ditemukan itu, karena menagihnya tidak mudah. Jadi, temuan itu adalah alasan kita untuk nagih ke bank," kata politisi PDIP itu.